Bisnis.com, JAKARTA – Asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menghambat pembentukan awan yang berpotensi menghasilkan hujan.
Untuk itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menerapkan modifikasi teknologi sebagai upaya menghilangkan asap karhutla.
Modifikasi ini menggunakan Kalsium Oksida (CaO). Bahan yang lebih dikenal dengan kapur tohor aktif itu ditaburkan pada gumpalan asap sehingga dapat mengurai partikel dan menghilangkan asap.
"Radiasi matahari terhalangi kabut asap, jadi awan susah terbentuk karena penguapan terhambat. Dengan kapur tohor aktif ini diharapkan konsentrasi asap berkurang, awan terbentuk, dan garam bisa ditebar untuk hujan buatan," ujar Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT Tri Handoko Seto dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan BNPB pada Selasa (17/9/2019).
Menurutnya, setelah asap dapat diurai, sinar matahari dapat tembus ke bumi dan proses penguapan air terjadi.
"BMKG memantau potensi pertumbuhan awan memang masih sulit terjadi, sedangkan upaya penyemaian garam (NaCl) sebagai syarat untuk membuat hujan buatan sendiri diperlukan awan yang mencapai minimal 80%," kata Tri Handoko.
Untuk menaburkan kapur tersebut, BPPT akan menggunakan tiga jenis pesawat yakni Cassa 212 dengan kapasitas 800 kilogram, CN 295 dengan kapasitas 2,4 ton dan pesawat Hercules C 130 dengan kapasitas 4 ton hingga 5 ton.
BPPT telah menyiapkan 40 ton kapur tohor aktif yang sudah disiagakan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Rencananya kapur tersebut disebar ke kumpulan asap di beberapa provinsi terdampak karhutla seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan.