Kabar24.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengancam menghentikan proses pertimbangan atas pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tengah berjalan karena lembaga negara itu tidak dilibatkan sama sekali.
Wakil Ketua Komite IV DPD Siska Marleni mengatakan bahwa DPR nekad menggelar fit and proper test meski belum ada pertimbangan DPD sesuai dengan mekanisme aturan yang berlaku.
"Iya pahami baik-baik sikap politik kami Komite IVDPD yang selalu menempatkan diri patuh dan taat pada amanah UUD 45," kata senator asal Sumatra Selatan itu, Senin (16/9/2019).
Dia menambahkan bahwa Pimpinan Komite IV DPD sudah sepakat bahwa pihaknya akan melakukan fit and proper test tanggal 16, 17, 18 September 2019. Namun dengan syarat DPR belum melakukan sidang paripurna 16 September 2019.
"Ya, seperti yang disebutkan Ketua Komite IV DPD Pak Ajiep [Padindang] bahwa kalau DPR sudah tetapkan pada tanggal 16 September, maka kami hentikan proses pemberian pertimbangan," katanya.
Menurut Siska, sampai saat ini DPR belum melibatkan DPD RI dalam seleksi calon anggota BPK, meskipun para kandidat telah melewati uji kepatutan dan kelayakan di Komisi XI DPR.
"Jika itu dilakukan tanpa adanya pertimbangan dari DPD RI, maka hal tersebut melanggar UUD 1945 pasal 23F ayat (1)," imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu menegaskan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah membuktikan diri sebagai Panglima Konstitusi di negara ini.
Lembaga itu tegak lurus dalam menjalankan amanah UUD 1945, UU No 15 Tahun 2016 serta Tatib DPD dalam hal seleksi calon anggota BPK, katanya.
"Sebab negara ini akan kuat bila berpegang teguh pada Konstitusi, alias UUD 1945 dalam menjalankan kehidupan sehari-hari," katanya dalam siaran persnya.
Sebenarnya, kata Tom, tidak seluruh anggota Komisi XI DPR mengikuti keinginan Melchias Mekeng sebagai Ketua komisi XI dan Hendrawan sebagai Ketua Pansel seleksi.
"Bahkan lebih banyak anggota Komisi XI DPR ingin melaksanakan atau berkeinginan sesuai dengan yang dilakukan DPD RI," tambahnya.
Menurut Tom, hanya ada beberapa gelintir yang mengklaim bahwa proses seleksi dengan penilaian makalah adalah kesepakatan para ketua umum partai.
Bahkan Tom mencurigai ada kesengajaan oknum anggota Komisi XI yang menghembuskan soal instruksi ketua umum partai. Sehingga anggota komisi XI DPR yang berasal dari partai lain mengikuti skenario itu guna memuluskan 'jagoannya' menjadi anggota BPK.
Karena itu, pihaknya, sambung Tom, mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR sudah selayaknya menjatuhkan sangsi berat kepada Ketua Komisi XI dan ketua Pansel. Alasannya telah Melanggar UUD 1945 atau patut diduga berencana menjebak Presiden Jokowi untuk melanggar UUD 1945 serta UU.