Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai berkomitmen dalam pengendalian perubahan iklim sesuai kesepakatan Paris atau Paris Agreement.
Hal ini disampaikan Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia Mahawan Karuniasa, dalam APIK Indonesia Network International Conference ke 2 di Ayana Midplaza Hotel, Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Kesepakatan Paris adalah persetujuan dalam UNFCCC (United Nation Convention on Climate Change/Kerangka Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk mengawal reduksi emisi karbon dioksida yang efektif berlaku sejak 2020. Kesepakatan ini menjadi pijakan bagi upaya dunia menekan kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius.
Sebanyak 175 negara menandatangani kesepakatan tersebut dalam sidang pleno UNFCCC di kantor PBB, New York, Amerika Serikat, pada 22 April 2016. Perancis, yang menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim (COP 21) pada Desember 2015, menjadi penandatangan pertama.
Namun demikian, menurutnya Indonesia perlu memperhatikan pentingnya komunikasi atas berbagai upaya yang telah dilakukan, maupun untuk memenuhi kerangka transpansi sesuai kesepakatan konferensi perubahan iklim.
Pasalnya, berdasarkan laporan kesenjangan emisi (emission gaps report) dari United Nation Environment pasa 2018, status Indonesia dinyatakan tidak jelas. Padahal China dan Brazil tercatat berada pada jalur kesepakatan, bahkan India dinyatakan akan melampaui target komitmennya pada 2030.
Mendukung upaya Indonesia dalam persiapan implementasi komitmen Paris pada 2020 tersebut, APIK Indonesia Network akan fokus meningkatkan kapasitas para pihak di tingkat subnasional.
Mahawan menyebut pihaknya akan menggandeng LSM, The Carbon Insitute dalam membantu para pihak di tingkat provinsi dan kabupaten untuk mampu memenuhi kerangka transparansi, seperti perhitungan karbon maupun pelaporannya.
Dia menuturkan, global emisi gas rumah kaca masih meningkat dan mencapai 53,5 Giga ton CO2 ekuivalen pada 2017, dan belum menunjukkan puncaknya.
Sedangkan untuk mencapai target di bawah 2 derajat Celsius, emisi global harus berada di bawah 40 Giga ton CO2 ekuivalen, bahkan tidak boleh lebih dari 24 Giga ton CO2 ekuivalen jika akan mencapai target di bawah 1,5 derajad Celsius.