Bisnis.com, JAKARTA - Hong Kong berada di titik kritis setelah wilayah semi-otonomi tersebut dilanda aksi protes sejak dua bulan terakhir.
Gelombang protes antipemerintah yang melumpuhkan aktivitas perekonomian dan transportasi tersebut harus dihentikan, ujar Juru bicara Kantor Urusan Hong Kong dan Makau, Yang Guang, yang disiarkan televisi setempat, Senin (12/8/2019).
Protes yang semakin bergolak membuat Hong Kong semakin terperosok ke dalam krisis politik terbesar dalam beberapa dekade.
Kondisi tersebut menimbulkan tantangan bagi pemerintah pusat di Beijing, Reuters melaporkan.
Yang Guang dalam pidatonya menyampaikan bahwa ia mendukung polisi untuk menangani aksi demontrasi besar sejak dua bulan terakhir di Hong Kong.
"Mereka yang peduli dengan kota harus melawan kekerasan itu," ujar Yang Guang.
Para pemrotes RUU anti-ekstradisi beristirahat selama demonstrasi massa setelah seorang wanita ditembak mati, di Bandara Internasional Hong Kong, China 12 Agustus 2019./Reuters
Pada Minggu (11/8/2019), ribuan orang berunjuk rasa di Hong Kong yang tersebar di berbagai lokasi sudut kota, mendorong polisi menembakkan gas air mata.
Aksi-aksi demontrasi yang menimbulkan kericuhan itu telah mendorong pemerintah pusat di Beijing mengambil sikap tegas.
Di Bandara, seribu orang menggunakan pakaian hitam melakukan unjuk rasa sambil meneriakkan "Bebaskan Hong Kong. Revolusi Sekarang Juga".
Sementara itu di Victoria Park, ribuan orang termasuk kaum lanjut usia turun ke jalan. Di bawah terik matahari, mereka menuntut pihak berwajib mendengarkan tuntutan masyarakat.
Seorang demonstran beristirahat di konter check-in di aula keberangkatan setelah penerbangan dibatalkan selama protes RUU anti-ekstradisi di Bandara Hong Kong, Cina 12 Agustus 2019./Reuters