Bisnis.com, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal kedua 2019 yang melampaui prediksi meredakan sedikit kekhawatiran dari ketegangan dagang dan tantangan tarif yang sebelumnya diperkirakan akan menghambat laju ekonomi yang bergantung pada ekspor tersebut.
Produk domestik bruto kembali melesat sebesar 1,8% dari kuartal sebelumnya berkat kenaikan pada belanja konsumen dan investasi modal yang lebih baik dari perkiraan di tengah kemerosotan ekspor.
Realisasi ini menyusul pertumbuhan yang direvisi menjadi sebesar 2,8% pada kuartal pertama yang merupakan catatan peningkatan terbaik sejak paruh pertama 2017.
Namun, permintaan domestik yang menguat tidak akan cukup untuk menghentikan dampak dari perang dagang Amerika Serikat-China yang mengguncang pasar global.
Peningkatan ini juga masih harus ditinjau lebih dalam apakah akan berlanjut ke periode berikutnya mengingat pemerintah akan memberlakukan kenaikan pajak penjualan dalam negeri yang akan berlaku efektif hanya dalam waktu dua bulan.
"Kuartal kedua relatif baik, tapi saya melihat faktor ketidakpastian masih jauh lebih besar dari sentimen optimis terhadap pertumbuhan di musim panas ini. Realisasi ini membuat ekonomi terlihat lebih baik dari kenyataannya," ujar Kepala Ekonom Meiji Yasuda Life Insurance Co. Yuichi Kodama, seperti dikutip melalui Bloomberg, Jumat (9/8).
Baca Juga
Sebagai contoh, angka belanja konsumen mengalami kenaikan terbesar dalam dua tahun terakhir dan merupakan mesin pendorong pertumbuhan utama selama kuartal kedua.
Lonjakan tersebut sebagian besar disebabkan oleh libur nasional selama 10 hari serta meningkatnya pembelian barang tahan lama seperti penyejuk ruangan menjelang kenaikan pajak pada Oktober.
Pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe diketahui telah menyiapkan serangkaian langkah-langkah untuk melunakkan beban bagi konsumen, setelah kenaikan yang lebih besar pada 2014 silam menekan laju konsumsi.
Besar kemungkinan minat belanja konsumen tidak akan menunjukkan antusiasme yang sama seperti di kuartal kedua untuk periode berikutnya, terutama jika kenaikan pajak berlaku yang disertai dengan perang perdagangan yang memicu penurunan global.
Di sisi lain, belanja modal mengalami peningkatan hingga saat ini, terlepas dari faktor pelemahan ekspor, sebagian besar didorong oleh kebutuhan teknologi untuk menghemat tenaga kerja dan permintaan yang tinggi untuk pembangunan menjelang Olimpiade 2020.
Sementara itu, investasi modal naik 1,5% dari kuartal sebelumnya, atau hampir mencapai dua kali lipat dari perkiraan ekonom.
Adapun, perang dagang dan gejolak pasar baru-baru ini telah membebani sentimen ekspor.
Ekspor Jepang, yang menjadi pendorong utama ekonomi, mengalami penurunan untuk tujuh bulan berturut-turut. Sementara itu penguatan yen menimbulkan risiko bagi keuntungan eksportir Jepang, yang dapat menekan investasi modal dalam negeri.
Ekspor turun sebesar 0,1% pada kuartal kedua dari kuartal sebelumnya di mana ekspor bersih terpangkas 1,2 basis poin dari angka PDB tahunan, yang sebagian disebabkan oleh kenaikan impor terutama pada komoditas minyak dan energi.
"Ke depan, stimulus fiskal dan pembelian menjelang kenaikan pajak penjualan cenderung akan mendukung pertumbuhan di kuartal ketiga," ujar Yuki Masujima, ekonom senior Bloomberg.
Faktor lain yang mendorong pertumbuhan kuartal kedua yang tidak terduga adalah pengeluaran publik, yang melampaui estimasi. Ekonom menunjuk pada dampak yang tertunda dari anggaran tambahan pada tahun fiskal yang berakhir pada bulan Maret.
Pertumbuhan diperkirakan akan terus berlanjut di kuartal ketiga, terutama jika konsumen terus belanja menjelang kenaikan pajak, sebelum kontraksi tajam diperkirakan terjadi pada kuartal keempat. Namun, jika perang dagang AS-China berlanjut, atau memburuk, semua prediksi ini ditangguhkan.
"Kita seharusnya tidak optimis tentang prospek ekonomi karena data hari ini. Ketegangan perdagangan meningkat dan kita menghadapi kenaikan pajak penjualan," kata Yoshiki Shinke, kepala ekonom di Dai-Ichi Life Research Institute.