Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Hukum dan HAM bersama sejumlah pakar hukum memastikan amnesti adalah langkah tepat bagi kasus Baiq Nuril. Salah satu pakar yang turut andil dalam forum group discussion di Kemenkumham, Bivitri Susanti, menjelaskan proses pengajuan amnesti tersebut.
"Menkumham sebagai menteri yang bertanggung jawab akan memberi nasihat hukum terkait amnesti beserta prosedurnya secara hukum. Setelah itu presiden akan kirim surat ke DPR," kata Bivitri kepada Tempo pada Selasa (9/7/2019).
Bivitri mengatakan, pengiriman surat permintaan pertimbangan oleh Presiden Joko Widodo kepada DPR mesti dilakukan secara cepat lantaran masa sidang DPR akan segera berakhir. "Jangan tertunda berbulan-bulan. Itu yang harus diperhatikan," kata Bivitri.
Dia mengaku tidak bisa memastikan dan memprediksi berapa lama DPR akan mempertimbangkan pemberian amnesti untuk Baiq Nuril. Fraksi dari masing-masing partai akan memberikan pandangannya terhadap kasus tersebut.
"Kalau dari pemerintah sendiri, karena sudah kuat sebenarnya minggu ini sudah bisa mengirim ke DPR. Nanti tinggal di DPR nya seperti apa," katanya.
Sebelumnya, Bivitri mengatakan secara konstitusional amnesti adalah sarana presiden sebagai kepala negara untuk menghentikan kasus seperti Baiq Nuril. Dia menekankan bahwa menghentikan kasus ini bukan bermaksud mengintervensi putusan Mahkamah Agung. Yang akan diperbaiki melalui amnesti, kata dia, adalah akibat dari putusan MA.
Untuk itu Bivitri bersama pakar hukum lainnya mendorong Menkumham untuk segera menyampaikan argumen yuridis kepada Presiden Joko Widodo terkait amnesti untuk Baiq Nuril.
"Kami dorong saja karena ini baik secara politis dan kepentingan negaranya jelas untuk menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak perempuan," ucapnya.
Baiq Nuril dilaporkan atas perbuatan merekam aksi pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempat dirinya bekerja. Baiq Nuril dijerat Pasal 27 ayat 1 UU ITE juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) khususnya terkait penyebaran informasi elektronik yang muatannya dinilai melanggar norma kesusilaan.
Setelah memenangkan perkara di Pengadilan Negeri Mataram, pelaku mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, dan memenangkannya. Baiq Nuril lantas mengajukan PK ke MA, namun permintaan tersebut ditolak. Dengan penolakan ini Baiq Nuril akan tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.