Kabar24.com, JAKARTA — Periode jabatan kepala daerah, baik itu gubernur, bupati, dan walikota, acap kali memunculkan multitafsir saat ada kepala daerah yang harus berurusan dengan hukum.
Ketika kepala daerah yang berurusan dengan hukum dicopot, wakil kepala daerah melanjutkan jabatan hingga berakhir. Periode kepemimpinan kepala daerah yang melanjutkan jabatan sering membingungkan apabila sang pejabat akan maju dalam Pemilihan Kepala Daerah.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan bahwa masa jabatan kepala daerah berdasarkan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Masa jabatan kepala daerah adalah 5 tahun, namun penjabaran satu periode masa jabatan adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan.
“Masa jabatan KDH [Kepala Daerah] adalah 5 tahun. Namun, yang dimaksud 1 periode masa jabatan adalah apabila masa jabatan telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan,” ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat (5/7/2019).
Dengan demikian, seorang kepala daerah dinyatakan telah menghabiskan masa jabatan satu periode, apabila telah menjalani setengah masa jabatan minimal 2,5 tahun atau lebih dari itu.
“Bila seorang wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah di tengah jalan maka perlu dihitung berapa lama sisa masa jabatan yang akan dilaluinya. Bila sisa masa jabatannya masih 2,5 tahun atau lebih maka wakil kepala daerah itu telah dihitung satu periode menjabat sebagai kepala daerah. Bila sisa masa jabatan yang dilaluinya kurang dari 2,5 tahun maka tidak dihitung sebagai satu periode,”kata Bahtiar.
Hal tersebut terkait dengan gugatan pada Pasal 58 huruf o UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara tegas menyatakan bahwa masa jabatan kepala maksimal hanya dua periode.
Akan tetapi, di lapangan terjadi persoalan karena adanya tafsir dari pejabat yang ingin melanjutkan jabatannya.