Bisnis.com, JAKARTA - Proses hukum terhadap tersangka kasus suap pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015 terus berlangsung.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan proses penyidikan ke tahap penuntutan terhadap mantan Sekda Kota Malang Cipto Wiyono (CW).
"Untuk kasus Malang, suap terkait pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang hari ini sudah dilakukan proses tahap dua, artinya penyidikan sudah selesai untuk tersangka CW," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Febri menyatakan dalam proses penyidikan untuk tersangka Cipto itu, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 63 saksi terdiri dari unsur Wali Kota Malang, Ketua DPRD Kota Malang, anggota DPRD Kota Malang, Kepala Bappeda Kota Malang, Kepala Dinas PU Kota Malang, PNS, dan swasta.
"Jadi, dalam waktu sekitar tujuh hari setelah hari ini, penuntut umum akan menyiapkan dakwaannya dan segera akan melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya. Jadi, rencananya akan disidang di Surabaya," ucap Febri.
Cipto Wiyono ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 April 2019. Cipto Wiyono merupakan tersangka ke-45 dalam kasus tersebut.
Sebelumnya, kasus ini ditangani dalam tiga tahap, yaitu pada tahap pertama ditetapkan tiga tersangka pada 3 Agustus 2017.
Kemudian pada tahap kedua, KPK menetapkan 19 orang tersangka pada 21 Maret 2018, yaitu Wali Kota Malang periode 2013-2018 Moch Anton dan 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2013-2018.
Pada tahap ketiga, KPK menetapkan 22 orang anggota DPRD periode 2013-2018 pada 3 September 2018.
Tersangka Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah Kota Malang periode 2014-2016 bersama-sama Moch Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013-2018 dan Jarot Edy Sulistiyono selaku Kadis Pekerjaan Umum dan Pengawasan Pembangunan Kota Malang, memberi hadiah atau janji terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang TA 2015 kepada M Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang periode 2014-2019 dan kawan-kawan.
Atas dugaan tersebut, Cipto Wiyono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.