Bisnis.com, JAKARTA -- Setidaknya 1 juta warga Inggris anti Brexit turun ke jalan dalam aksi protes bersama dengan beberapa politisi terkemuka di pusat kota London, Inggris, Sabtu (23/3/2019) waktu setempat.
Mereka menuntut diadakannya referendum kedua terkait rencana Inggris untuk melepaskan diri dari Uni Eropa (UE).
Para pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan di pusat kota London, dari titik temu di Hyde Park menuju Parliament Square untuk mendengar pidato dari wali kota London anggota Partai Buruh Sadiq Khan, Wakil Perdana Menteri Skotlandia Nicola Sturgeon, dan Wakil Ketua Partai Buruh Tom Watson.
Watson berjanji akan mendukung kesepakatan politik Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May yang sudah dua kali ditolak oleh parlemen, suatu kebijakan yang melanggar posisi partai, sebagai imbalan atas persetujuannya untuk mengadakan pemungutan suara publik untuk menentukan nasib Brexit.
"Saya akan mendukung kesepakatan Anda, saya akan membantu Anda melewati batas, untuk membantu menghindari no-deal Brexit yang berisiko merusak. Tetapi, hanya jika Anda membiarkan rakyat memilih keputusannya," paparnya, seperti dilansir dari Bloomberg, Minggu (24/3).
Janji ini mengacu pada tawaran Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn kepada May, beberapa waktu lalu.
Corbyn telah mengusulkan akan mendukung kesepakatan May dengan imbalan pelaksanaan referendum kedua, tetapi dia akan memilih untuk abstain. Kondisi ini mengharuskan May untuk mengumpulkan lebih banyak dukungan dari partainya sendiri yang sudah terpecah suara.
Pada saat yang sama, Corbyn tetap harus waspada dengan proporsi pro Brexit di Partai Buruh yang cukup besar.
"Jika itu [hasil pemungutan suara] 52% banding 48% lagi, saya tidak berpikir saya bisa setuju dengan itu sama sekali. Seharusnya ada suara mayoritas yang lebih signifikan," kata seorang peserta unjuk rasa, Katie Overstall, ketika ditanya tentang pemungutan suara publik yang diusulkan Watson.
Kahn, yang menyebut dirinya bangga menjadi orang Eropa, mengatakan bahwa May telah menyia-nyiakan niat baik para pemimpin UE dengan ketidakpastian pada proses pencapaian kesepakatan Brexit.
“Tidak peduli partai politik mana yang Anda dukung, kita semua bisa sepakat bahwa Brexit berantakan total. Orang-orang Inggris tidak memilih pemerintah untuk bertaruh pada masa depan," tegasnya.
Mariella Frostrup, seorang penyelenggara protes tersebut, mengklaim lebih dari 1 juta orang telah bergabung dalam protes yang menyebar dari luar Gedung Parlemen di sepanjang Whitehall hingga mencapai ke Trafalgar Square, di mana sebuah layar berukuran besar dipasang bagi para pengunjuk rasa.
Para pengunjuk rasa yang mendukung Brexit juga turun ke jalan, meskipun dalam jumlah yang jauh lebih kecil. Sekitar 100 pengunjuk rasa yang mengenakan rompi kuning cerah, mirip dengan gerakan Gilets Jaunes Prancis, diberi pengawalan polisi saat mereka berteriak, "[Lakukan] Brexit sekarang."
Aksi unjuk rasa ini merupakan puncak dari pekan yang kacau bagi May. Sang perdana menteri telah mengajukan perpanjangan 3 bulan kepada UE, tapi Brussels sepakat untuk memberikan waktu tambahan 2 pekan, yakni sampai 12 April 2019, bagi May untuk segera satu suara dengan Parlemen Inggris.
Jika anggota parlemen menyetujui kesepakatan Brexit yang ditawarkan pada upaya ketiga, maka Inggris memiliki waktu hingga 22 Mei 2019 untuk menjalankan Brexit yang tertib.
Meski demikian, tidak ada jaminan pasti bagi May untuk mencapai kesepakatan dengan Dewan Rakyat Inggris pada kesepakatan voting ketiga, setelah Ketua Dewan John Bercrow mematahkan semangat pemerintah pada voting kedua, beberapa waktu lalu.
Unjuk rasa serupa pada Oktober 2018, berhasil mengumpulkan setidaknya 700.000 orang. Acara unjuk rasa kali ini disertai pula dengan pertunjukan musik dari beberapa artis ternama Inggris, termasuk DJ Fatboy Slim.
Secara terpisah, sebuah petisi online yang berusaha menghentikan Brexit dengan mencabut pemberitahuan Pasal 50 mengumpulkan lebih dari 4,28 juta tanda tangan sampai Sabtu (23/3) waktu setempat. Ini merupakan petisi dengan tanda tangan paling banyak yang pernah dikumpulkan dalam kampanye publik.
Laman resmi Parlemen Inggris mencatat angka tertinggi sebelumnya untuk gerakan kampanye online adalah 4,15 juta tanda tangan pada 2016, terkait proposal untuk mengadakan referendum Brexit kedua.