Bisnis.com, JAKARTA — Penyelesaian masalah defisit yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus dilakukan menyeluruh.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa defisit BPJS Kesehatan adalah dilema pemerintah. Layanan kesehatan itu sejauh ini mampu menjangkau 218 juta masyarakat dan terus membesar.
"BPJS Kesehatan harus melayani semua orang. Yang terdaftar [sekarang hampir] 220 juta, kemudian [menjamin biaya] hampir semua penyakit, dengan biaya [iuran] sangat murah. Itu pasti terjadi defisit," kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Selasa (19/3/2019).
Jusuf Kalla menyebutkan untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan defisit BPJS Kesehatan, maka premi yang dibebankan harus dinaikan. Selain itu, beban pembiayaan yang saat ini sebagian besar melalui APBN harus didistribusi ke daerah.
"Maka jalan keluarnya, pada waktunya nanti, harus premi BPJS [dinaikan] tak mungkin bertahan [tanpa defisit] kalau preminya rendah," katanya.
Selain itu, upaya pencegahan melalui upaya mendorong masyarakat lebih sehat juga menjadi sebuah upaya nasional.
"Harus [sukseskan] Gernas [gerakan nasional]. Harus perbaikan gizi masyarakat," katanya.
Berdasarkan data presentasi Kementerian Keuangan di seminar dan diskusi bertajuk Pembiayaan yang Berkelanjutan untuk JKN Menuju Pelayanan Kesehatan Semesta (UHC) di Indonesia, Kamis (17/1) terungkap bahwa total iuran dalam pembiayaan JKN pada 2018 mencapai Rp81,80 triliun, sedangkan beban manfaatnya Rp94,05 triliun.
Dengan begitu, mismatch atau defisit antara iuran dan biaya manfaat dalam pembiayaan JKN pada tahun lalu mencapai Rp12,25 triliun atau naik sekitar 20,11% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2017, data yang sama mennunjukkan mismatch mencapai Rp10,20 triliun.