Bisnis.com, JAKARTA -- Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengatakan korporasi penerbit obligasi harus menahan pertumbuhan utang pada beberapa tahun mendatang di tengah peningkatan risiko dan penurunan kualitas kredit.
Laporan OECD menyebutkan, perusahaan non finansial diperkirakan akan melakukan pelunasan atau refinancing obligasi korporasi senilai lebih dari US$4 triliun dalam 3 tahun ke depan. Forum kebijakan yang berbasis di Paris ini mengatakan jumlah ini hampir sama dengan neraca The Fed.
Meskipun sempat ada penurunan penerbitan bersih tahun lalu, sejumlah perusahaan yang mencetak utang, di tengah rekor suku bunga rendah di beberapa negara, telah mendorong jumlah utang pada laporan keuangan perusahaan hingga menyentuh rekor tertinggi.
Menurut OECD, pada akhir tahun lalu, utang korporasi global yang diterbitkan oleh perusahaan non-finansial mencapai US$13 triliun.
Rekor tersebut bahkan setelah penerbitan bersih (net issuance) turun 41% tahun lalu ke volume terendah sejak 2008 akibat krisis keuangan global.
"Yang lebih penting, penerbitan obligasi non-investasi secara bersih berubah negatif pada 2008, menunjukkan risk appetite berkurang di kalangan investor," tulis OECD dalam laporan mereka seperti dikutip oleh Reuters, Senin (25/2/2019).
Lembaga pemeringkat Standard & Poor's mengatakan awal bulan ini bahwa, penerbitan obligasi akan menghadapi hambatan dari potensi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat dan Eropa, ketidakpastian seputar Brexit dan pertumbuhan yang lebih lambat di China dan beberapa negara maju lainnya.
Sementara itu, di sisi lain korporasi semakin bergantung dengan utang sebagai sumber permodalan selama beberapa dekade terakhir, padahal kualitas obligasi yang mereka terbitkan secara umum telah mengalami penurunan.
Bahaya dari penumpukan pelunasan ini bertepatan dengan perlambatan ekonomi global, perubahan kebijakan moneter bank sentral, serta tingkat pinjaman utang negara yang akan menciptakan siklus ekonomi yang buruk.
"Perusahaan dengan leverage tinggi akan menghadapi kesulitan untuk mengelola utang mereka. Secara berurutan pula investasi akan menjadi lebih rendah dan tingkat default yang lebih tinggi akan memperbesar efek kerugian," tulis OECD.
Pangsa obligasi dengan peringkat BBB, peringkat paling akhir sebelum dikategorikan sebagai obligasi sampah, mencapai 54%, atau persentase tertinggi dalam catatan OECD sejak 1980.
OECD juga memperkirakan jika tingkat penurunan kualitas mencapai level pada 2009, pasar obligasi sampah akan membengkak menjadi US$274 miliar dalam satu tahun, atau menjadi US$500 miliar jika utang perusahaan finansial turut diperhitungkan.
Dengan latar belakang tersebut, OECD mengestimasikan penerbit obligasi korporasi di negara-negara maju dan berkembang akan mendapat pembayaran (repayment) tertinggi sejak 2000 dalam tiga tahun mendatang.
"Dalam tren kenaikan suku bunga, dimana kebutuhan refinancing emiten meningkat, biaya pinjaman juga pasti akan ikut meningkat," tulis OECD dalam laporan tersebut.