Bisnis.com, JAKARTA- Otoritas Jasa Keuangan didesak untuk mengambil langkah menertibkan praktik pinjaman online yang memberatkan masyarakat dan telah memakan korban.
Jeanny Silvia Sari Sirait, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan bahwa salah sorang warga bernama Zulfadli yang ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa akibat bunuh diri mengalami tekanan penagihan utang dari aplikasi pinjaman online.
“Hal ini menunjukan bahwa persoalan pinjaman online sudah semakin parah. Jika dulu ada pengguna pinjaman online yang berusaha bunuh diri namun berhasil digagalkan, hari ini, pinjaman online sudah memakan korban jiwa,” tuturnya, Selasa (19/2/2019).
LBH Jakarta, lanjutnya, telah berupaya melakukan tindakan efektif penyelesaian kasus pinjaman online dengan mengirimkan surat klarifikasi kebutuhan data dan mekanisme penyelesaian kasus kepada OJK pada 10 Januari 2019, surat tersebut belum juga direspon oleh OJK.
Hal ini, tuturnya, menunjukkan bahwa otoritas itu tidak memiliki perhatian khusus terhadap kasus pinjaman online yang telah memakan korban jiwa.
Almarhum Zulfadli, tuturnya, tidak termasuk orang yang mengadu kepada LBH Jakarta.
Baca Juga
Hal ini membuktikan bahwa penyelesaian masalah pinjaman online tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme seperti pemadam kebakaran yakni dengan menyelesaikan persoalan berdasarkan data yang ada pada lembaga yang membuka ruang pengaduan, menutup aplikasi dan tindakan-tindakan reaktif lainnya.
“Permasalahan ini harus diselesaikan dari akar, sehingga masalah serupa tidak terus-menerus terjadi, bahkan berkembang semakin parah dari waktu ke waktu,” tuturnya.
Menurutnya, OJK sebagai regulator diperintahkan untuk mengatur permasalahan pinjaman online sebagaimana diamanatkan dalam UU OJK, yang secara hirearki peraturan perundang-undangan memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan POJK No. 77/POJK/2016.
Masih berkutatnya OJK pada pemikiran pinjaman online terdaftar” dan tidak terdaftar merupakan bukti ketidaktaatan OJK terhadap undang-undang, yang berdampak pada pengabaian nyawa penerima pinjaman online.
Lanjutnya, tindakan ini kemudian diperburuk dengan pelepasan tanggung jawab pengaturan tersebut kepada asosiasi yang juga merupakan perusahaan penyelenggara pinjaman online.
LBH Jakarta menilai bahwa POJK No. 77/POJK/2016 merupakan kebijakan yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan pinjaman online hari ini, bahkan bersifat kontra produktif dengan UU OJK, yang menjadi marwah keberadaan OJK.
Karena itu, pihaknya mendesak OJK untuk merevisi POJK No. 77/POJK/2016, menaati Pasal 4, 5 dan 6 UU OJK dan bertanggung jawab atas semua persoalan pinjaman online, yang saat ini sudah memakan korban jiwa, dan memoratorium penggunaan pinjaman online hingga adanya regulasi yang memberikan perlindungan bagi masyarakat.