Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Vietnam Ingin Jadi Negara Safe Haven

Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc berencana untuk memperkenalkan Vietnam kepada para investor global sebagai negara ekonomi berkembang dengan kebijakan bisnis yang fleksibel dan Partai Komunis yang didukung oleh para pedagang bebas.
Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc/Bloomberg
Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA -- Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc berencana untuk memperkenalkan Vietnam kepada para investor global sebagai negara ekonomi berkembang dengan kebijakan bisnis yang fleksibel dan Partai Komunis yang didukung oleh para pedagang bebas.

Vietnam secara perlahan memposisikan dirinya sebagai tempat berlindung yang aman atau safe haven bagi para investor yang khawatir dengan risiko perang tarif antara China dengan Amerika Serikat.

Dengan sejumlah perjanjian kerjasama perdagangan bebas, biaya tenaga kerja yang relatif murah dan jarak yang berdekatan dengan China, Phuc optimistis dirinya dapat membawa Vietnam ke tingkat yang lebih tinggi. 

Dia mengatakan akan memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2019 di Davos, Swiss.

"Kami berusaha untuk meningkatkan ekspor dari segi kuantitas maupun kualitas produk kami. Terutama di sektor yang kami unggulkan seperti makanan laut, komoditas, alas kaki dan produk elektronik," ujar Phuc seperti dikutip Bloomberg pada Minggu (20/1).

"Kami memiliki tujuan untuk menjadi negara ekonomi ekspor yang dapat tumbuh cepat dan memberikan lapangan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih tinggi kepada rakyat Vietnam," tambahnya.

Meski demikian, hingga saat ini negara Asia Tenggara tersebut belum melihat adanya pergeseran masif perusahaan asal China yang pindah ke Vietnam.

Ekonomi Vietnam juga tengah menghadapi tantangan serius yang harus diatasi antara lain infrastruktur yang tidak memadai dan kurangnya pekerja terampil. Hal ini membuat manufaktur kurang menarik, mungkin hanya bidang pekerjaan perakitan seperti menjahit garmen yang saat ini diminati.

Di luar, kondisi ekonomi global juga sedang memburuk.

Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China serta pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih lambat menekan permintaan ekspor. 

Keadaan ini tentunya menjadi ancaman bagi ekonomi Vietnam dimana kegiatan perdagangan menyumbang sekitar dua kali lipat Produksi Domestik Bruto (PDB) begara tersebut.

Terlebih lagi, sekitar seperempat dari total perdagangan Vietnam adalah dengan China.

"Kami memperhatikan adanya momentum pertumbuhan di berbagai bidang dan kami memiliki dasar yang baik untuk mencapai tujuan," kata Phuc.

Vietnam diketahui telah menandatangani sekitar 16 perjanjian perdagangan bebas dan mulai menambatkan diri dengan aktivitas perdagangan global setelah memperkenalkan reformasi pasar yang disebut dengan "doi moi" pada 1980-an.

Ekspor Vietnam tercatat tumbuh mencapai total US$244 miliar tahun lalu dengan jumlah kustomer asal AS menyumbang hingga US$48 miliar, jumlah ini dua kali lipat jika dibandingkan dengan realisasi paada lima tahun lalu.

Beberapa perusahaan besar telah beroperasi di Vietnam, dengan Samsung Electronics Co. menjadi perusahaan terbesar dan menyumbang sekitar seperlima dari ekspor negara itu tahun lalu.

Phuc mengatakan dia cukup prihatin dengan sentimen anti-trade dari Presiden AS Donald Trump dan berjanji akan meningkatkan ekspor dari AS melalui pembelian produk dari Boeing Co. hingga produk perusahaan minyak.

Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Hoang Quoc Vuong memproyeksikan tahun ini Vietnam kemungkinan akan menghadapi defisit perdagangan sebesar US$3 miliar di tengah peningkatan proteksionisme pada ekonomi global.

Vuong juga mengatakan bahwa kebijakan perdagangan yang fluktuatif di AS dan Uni Eropa dapat merusak ekspor Vietnam tahun ini.

Departemen Jenderal Bea Cukai Vietnam menyampaikan bahwa sepanjang 2018 Vietnam menutup 2018 dengan surplus perdagangan sebesar US$6,8 miliar.

Faktor lain yang dapat berkontribusi pada defisit perdagangan antaralain penurunan ekspor pertanian Vietnam ketika negara-negara lain meningkatkan produksi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan eksternal.

Phuc mengatakan Tantangan tahun ini akan mencakup ketegangan perdagangan global, perubahan iklim dan infrastruktur yang tidak memadai.

Sebagai ekonomi yang berkembang, Phuc menambahkan, Vietnam harus terus tumbuh untuk membawa lebih banyak pekerjaan kepada masryarakat kita dan menghilangkan kemiskinan. 

"Kami harus tumbuh lebih dari 6% setiap tahun untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah.,” ujar Phuc.

Phuc optimistis dengan kapabilitas Vietnam, dia menyampaikan bahwa saat ini pemerintah telah melakukan banyak hal untuk membantu investor asing dalam menumbuhkan bisnis jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper