Bisnis.com, JAKARTA — Salah satu pelapor kasus berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet (RS), Muannas Al-Aidid memenuhi panggilan pemeriksaan pihak kepolisian Senin (8/10/2018) siang.
Pengacara sekaligus Ketua Umum Cyber Indonesia ini diagendakan memberi keterangan berikut bukti-bukti terkait laporan terhadap RS di Direktorat Reserse Kriminal Umum Mapolda Metro Jaya.
Dalam laporannya, Muannas yang juga Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Barat VII (Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta) ini turut melaporkan 11 nama lain di luar RS.
Muannas menganggap, 11 nama yang di antaranya merupakan pendukung calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandiaga dinilai turut menyebabkan keonaran di kalangan rakyat.
Keonaran yang dimaksud Muannas terkandung dalam pasal 14 ayat 1 dan 2, dan pasal 15, UU no. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
"Keonaran itu tidak berdiri sendiri, tidak hanya dilakukan RS yang menceritakan, tetapi termasuk yang menyebarkan," ungkap Muannas.
Bahkan Muannas menambahkan, keonaran atau kegaduhan terjadi justru disebabkan penyebarannya.
"Misalnya dilakukan oleh Fadli Zon melalui twitternya, Fahri Hamzah, pernyataan Sandiaga, kemudian ada sejumlah tokoh politik, sampai kepada konferensi pers yang dibuat Prabowo," ujar Muannas.
Selain itu kedudukan RS sebagai juru kampanye Prabowo-Sandiaga, Muannas anggap memperkuat dugaan bahwa kabar bohong ini disebarkan dengan sengaja.
Sebab Muannas menilai ketika para penyebar hoaks ini mendapatkan kabar, mereka tidak melapor ke pihak berwajib. Tetapi justru memilih menyebarkannya di media sosial dan membuat konferensi pers.
"Jadi semua [para penyebar hoaks] sangat berpotensi untuk dimintai pertanggungjawaban secara pidana," kata Muannas.
Pasal 14 ayat 1 dan 2, UU no. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana sendiri menyebutkan,
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan
sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman
penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang
dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat
menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum
dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Sedangkan pasal 15 menyebutkan,
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau
yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga,
bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan
rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.