Bisnis.com, JAKARTA -- Operasi tangkap tangan KPK di Pasuruan merupakan yang Ke-22 di tahun ini dengan total tersangka 78 orang.
Sampai hari ini, dari kegiatan tangkap tangan selama 2018, telah diproses 16 kepala daerah yang terdiri dari 1 gubernur, 13 bupati, dan 2 wali kota.
"KPK menyesalkan banyaknya kepala daerah yang diduga melakukan korupsi dan dijerat proses hukum tindak pidana korupsi," ujar Wakil Pimpinan KPK Alex Marwata, Jumat (5/10/2018).
Dari kasus Pasuruan, Jawa Timur, KPK menetapkan empat tersangka setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT), Kamis (4/10/2018).
Keempat orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut, yaitu:
- Wali Kota Pasuruan Setyono
- Staf Ahli atau Pelaksana Harian Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo
- Staf Kelurahan Purutrejo, Wahyu Tri Hardianto
- pihak swasta atau pemilik CV. M selaku terduga pemberi, Muhamad Baqir
"Diduga Setyono menerima hadiah atau janji dari rekanan atau mitra Pemkot Pasuruan," ujar Wakil Pimpinan KPK Alex Marwata.
Hal itu terkait dengan proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu - Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT--KUMKM) pada dinas Koperasi dan Usaha Mikro di Pemkot Pasuruan.
Dana proyek tersebut berasal dari APBD Tahun Anggaran 2018.
KPK menduga proyek-proyek di lingkungan Pasuruan telah diatur oleh Setyono selaku Wali Kota melalui tiga orang dekatnya. Terdapat komitmen fee antara 5% hingga 7% untuk proyek bangunan dan pengairan.
Dalam perkara ini digunakan istilah "trio kwek kwek" terkait untuk tiga kerabat Setyono.
Komitmen fee yang disepakati untuk Setyono adalah 10% dari harga perkiraan sendiri (HPS), yakni Rp2.297.464.000 ditambah 1% untuk kelompok kerja.
Pemberian dilakukan secara bertahap, yaitu 24 Agustus 2018 Muhamad Baqir transfer ke Wahyu Tri Hardianto Rp20 juta (1% untuk Pokja) sebagai tanda jadi.
Pada 4 September 2018, CV. M ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2.210.266.000.
Pada 7 September 2018, Muhamad Baqir kembali menyetorkan uang tunai kepada Setyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5% atau kurang lebih sebesar Rp115 juta.
Sisa komitmen 5% lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama cair.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Muhamad Baqir disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sementara itu sebagai pihak penerima, Setyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.