Menyiapkan kehidupan layak atau masa depan anak merupakan pekerjaan rumah besar yang ditunaikan oleh setiap orang tua. Bicara perihal masa depan anak, tidak bisa lepas dari akses pendidikan yang berkualitas bagi mereka.
Acapkali, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas baik, orang tua harus menyiapkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi, biaya pendidikan setiap tahunnya mengalami kenaikan.
Perencana keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad mengatakan, kontribusi inflasi terbesar disumbang dari pendidikan karena kenaikan biaya sekolah, apalagi kenaikan biaya kuliah perguruan tinggi.
Supaya orang tua tidak ‘kebobolan’ setiap tahunnya, terlebih ketika memasuki jenjang perguruan tinggi, ada baiknya merencanakan lebih dini dengan menginvestasikan dana untuk pendidikan anak.
“Berapa besar yang harus disiapkan itu tergantung dari pilihan sekolahnya. Sebenarnya harus disesuaikan juga dengan kemampuan. Cuma harus dimulai sejak dini,” ujar Tejasari.
Kendati begitu, dengan perencanaan yang matang sejak dini, akses pendidikan anak untuk mewujudkan masa depan yang lebih cerah bukan lagi sekadar isapan jempol. Apabila, memang sekolah internasional menjadi dambaan, menyiapkan dana pendidikan dengan investasi bisa menjadi salah satu solusi.
Baca Juga
Tejasari mengatakan rata-rata inflasi pendidikan saat ini rata-rata 10%. Jadi, direkomendasikan orang tua untuk memilih produk investasi yang memberikan imbal hasil mencapai 10%, misalnya masuk investasi reksa dana saham, campuran, ataupun produk investasi lainnya dengan imbal hasil yang bisa menutup inflasi pendidikan.
“Kalau beraninya cuma masuk ke tabungan atau deposito, ya, yang harus ditabung lebih besar karena inflasi setiap tahunnya akan jauh lebih tinggi dengan tabungan,” jelasnya.
Dampak Gempa Donggala, Komunikasi di Morowali Terputus
Menurutnya, dalam mempersiapkan dana pendidikan anak juga harus memperhitungkan kemampuan. Artinya, jangan terlalu memaksakan untuk memilih sekolah swasta internasional ataupun luar negeri. Terlebih lagi bagi keluarga baru, keuangan terbatas karena masih banyak memiliki tanggungan seperti cicilan rumah dan mobil.
“Untuk langkah awal memulai dengan yang wajar, misalnya di sekolah negeri atau swasta di Indonesia dulu, sesuaikan dengan kemampuan. Ketika penghasilan sudah meningkat baru pilih ke luar negeri. Nanti stres sendiri [jika dipaksakan],” jelasnya.
Dia mengatakan ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke luar negeri maupun sekolah internasional dengan menghalalkan segala cara, seperti berutang. Bahkan di negara adidaya Amerika, utang uang sekolah menjadi utang konsumen tertinggi kedua setelah Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Belum lagi, apabila menyekolahkan di sekolah internasional, selain siap dari biaya sekolah yang mahal orang tua juga harus siap dengan pengeluaran social cost, seperti gaya hidup anak di sekolah dan liburan ke luar negeri yang mengharuskan orang tua harus ikut.
“Kegiatannya juga sangat mahal. Makanya kalau terbatas, ya, sesuaikan dengan kemampuan dulu, jangan pinjam ke sana- sini,” katanya.
10 Penerbangan Makassar-Palu Dibatalkan Pasca Gempa di Donggala
Sementara itu, ditinjau dari sisi psikologis, psikolog Tiga Generasi Saskhya Aulia Prima menilai orang tua di Indonesia memang jauh lebih peduli untuk mempersiapkan perkembangan karakter dan membuat anaknya lebih cerdas demi menghadapi persaingan di masa yang akan datang.
Sejalan dengan zaman yang semakin maju, perkembangan teknologi semakin cepat, sehingga anak harus memiliki daya adaptasi yang jauh lebih tinggi. “Segala macam disiapkan orang tua supaya anaknya bisa bersaing saat masuk di dunia kerja nantinya. Bahkan sekarang sejak dari bayi sudah disekolahkan untuk mengetahui minat dan bakat,” jelasnya.
Dia meyakini apapun yang dilakukan orang tua sudah diperhitungkan bukan hanya gengsi ataupun ambisi. Psikolog selalu menyarankan untuk merencanakan masa depan yang mungkin masih jauh untuk anak.
“Misalnya besok mau kuliah di dalam negeri atau di luar negeri. Karena itu akan berdampak pada perkembangan anaknya,” jelasnya.