Kabar24.com, JAKARTA – Aktivitas manufaktur Jepang melemah pada Juli ke laju teralambatnya dalam 1,5 tahun terakhir karena berkurangnya ekspor.
Hal itu pun membawa kekhawatiran bahwa intensivitas perang dagang global mulai merugikan negara-negara eksportir utama dunia.
Indeks Pembelian Manager (Purchasing Managers’ Index/PMI) Jepang yang dirilis oleh Markit/Nikkei memperlihatkan perlambatan ke level 51,6, atau turun sebesar 2,6% ketimbang bulan sebelumnya.
Kendati pencapaian tersebut masih berada di atas level 50, yang menandakan ekspansi, namun nilainya telah turun ke level terendahnya sejak November 2016.
“Data dari survei awal ini menunjukkan perlambatan momentum pertumbuhan untuk sektor manufaktur Jepang di awal kuartal III/2018, setelah berperforma baik sejauh ini,” kata Joe Hayes, Ekonom IHS Markit yang melakukan survei, seperti dikutip Reuters, Selasa (24/7).
Dia menjelaskan, tingkat bisnis baru pun tumbuh melemah dan mendatar, sementara permintaan ekspor juga tergerus karena depresiasi yen belakangan ini.
Indeks untuk permintaan baru turun menjadi 50,1 dari 52,7 pada Juni, atau terendah sejak September 2016.
Sementara itu, ekspor menyusut untuk bulan kedua berturut-turut menjadi 49,7 dari 48,9 pada Juni.
Secara keseluruhan, hasil indeks PMI awal ini memperlihatkan outlook yang muram karena tensi dagang AS dengan negara mitra dagang utamanya turut mengancam ekspor dari Negeri Sakura.
Sebuah polling yang dilakukan Reuters pada awal bulan ini juga menunjukkan bahwa sentimen berbisnis Jepang turun pada Juli, yang memperlihatkan kekhawatiran perusahaan terhadap dampak selisih dagang AS-China.
Padahal, ekonomi Jepang diharapkan dapat kembali menguat setelah terkontraksi pada kuartal I/2018. Namun, ekspor tampaknya tidak dapat menarik kembali ekspansi ekonomi Jepang,
Selain itu, perusahaan kini juga bersiap untuk memangkas investasi bsnisnya jika AS terus mencari jalan untuk menekan Jepang agar mengurangi surplus perdagangannya dengan AS.