Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif pada seluruh impor China ke AS setelah kedua negara kekuatan ekonomi dunia itu bertukar tarif tahap pertama pada perang dagang yang belum ada tanda akan usai.
Setelah beretorika selama sebulan belakangan, tarif 25% pada barang konsumsi China yang masuk ke AS senilai US$34 miliar mulai diberlakukan pada tengah malam waktu Washington, Jumat (6/7/2018) dengan target pada sektor pertanian dan produk onderdil pesawat.
China segera membalas dengan pajak pada pengiriman AS termasuk kedelai dan kendaraan bermotor.
Keduanya tidak menunjukkan tanda akan mundur. Trump sudah mengawasi tarif lanjutan pada barang konsumsi China senilai US$16 miliar, dan mengindikasikan bahwa total tarif bisa melebihi US$500 miliar, jumlah yang hampir sama dengan yang diimpor AS pada 2017.
Menteri Perdagangan China Gao Hucheng menuduh AS telah melakukan "bullying" dan memicu perang dagang terbesar dalam sejarah ekonomi dunia.
Tarif pertama kali yang ditargetkan AS ke China akan meningkatkan dukungan pada Trump yang sepakat dengan argumen "America First" Trump yang menyatakan bahwa Beijing tidak berlaku adil selama ini, mencuri kekayaan intelektual AS dan meremehkan para pengusaha AS.
Namun, risiko dari konflik yang semakin rumit itu akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi AS dengan menodai rantai pasokan internasional dan memicu kenaikan harga bagi perusahaan dan konsumen.
Investasi Mundur
The Federal Reserve AS telah mencatat sejumlah perusahaan yang mulai mengalami kemuduran investasi, ditambah dengan perusahaan Harley Davidson Inc. dan General Motors Co. yang kemungkinan akan memangkas jumlah tenaga kerjanya.
Dengan perang dagang AS — China yang semakin meluap, pasar finansial semakin maju. Saham AS melonjak dan dolar AS lanjut mengalami pelemahan. Treasury naik dan emas tetap anjlok karena para investor masih menilai dampak dari kenaikan tensi perang dagang.
Beberapa jam setelah tarif diberlakukan, AS merilis data tenaga kerja yang menunjukkan bahwa tenaga kerjanya tertekan oleh tensi perdagangan. Data rekrutmen AS melampaui prediksi pada Juni. Sementara itu, data penganggurannya naik dari level rendah selama 18 tahun dan kenaikan upahnya secara tak terduga melambat.
"Data pekerjaan Juni menunjukkan tidak ada bukti bahwa perang dagang telah merugikan sektor industri dan ekonomi AS," ujar Kevin Hassett, Ketua Dewan Penasihat Ekonomi AS, dikutip dari Bloomberg, Sabtu (7/7/2018), berbeda dengan pendapat bahwa data tenaga kerja AS tertekan oleh isu perang dagang.
Kerugian sektor ekonomi akan bergantung pada seberapa jauh AS dan China akan melangkah pada perang dagang. Jika AS dan China mereda setelah ronde pertama tarif diterapkan, kerugiannya tidak akan terlalu signifikan.
Pertumbuhan Ekonomi
Dengan tensi perang dagang yang mencapai puncaknya, ditambah AS yang menerapkan tarif 10% pada seluruh negara lain dan respons dari negara-negara itu, sejumlah ekonom memperhitungkan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat hingga 0,8% pada 2020.
Trump sudah menjatuhkan tarif pada impor baja dan aluminium asing, memicu respons dari Uni Eropa dan Kanada yang khawatir bahwa Trump selanjutnya akan menargetkan pada sektor pabrik otomotif.
"Kami menilai bahwa perang dagang bukanlah solusi. Tidak akan ada yang menang dan tidak akan menguntungkan siapapun," tutur Perdana Menteri China Li Keqiang.
AS memiliki defisit perdagangan bilateral senilai US$336 miliar dengan China dan mengimpor lebih banyak dari sebelumnya, memberikan AS sedikit keuntungan awal.
Trump mendeklarasikan bahwa perang dagang akan mudah dimenangkan dan bertaruh bahwa perang dagang itu akan memicu perusahaan AS untuk kembali beroperasi di AS.
Ronde Pertama
Pada ronde pertama, tambahan pajak China pada barang AS akan memberikan dampak pada sejumlah sektor, menurunkan risiko penjualan yang rendah. Sebagai contoh, tarif pada kenadaraan bertenaga listrik, seperti Tesla, akan naik 40% dari saat ini hanya 15%.
Whiskey, sejenis minuman keras, dari AS akan dikenakan pajak 30%, dibandingkan dengan pajak 5% untuk minuman beralkohol dari negara lain. Kedelai AS, titik kunci yang menjadi penunjuk bagi keterpurukan hubungan dagang AS dan China, akan terkena lonjakan tarif menjadi 28%, sementara pajak kedelai untuk negara lain sudah dihapuskan pada beberapa waktu lalu.
China juga punya cara lain untuk membalas, dengan menargetkan perusahaan AS seperti Apple Inc. dan Walmart Inc., yang beroperasi di pasar China dan akan melakukan peluasan.
China akan memperkenalkan penalti seperti penundaan pabean, audit pajak, dan meningkatkan pengawasan peraturan, dan langkah yang lebih drastis lagi sseperti mendevaluasi yuan atau memangkas kepemilikan Treasury AS senilai US$1,2 triliun.
Beijing menunjukkan hanya sedikit ketertarikannya untuk melakukan perubahan model ekonominya. Presiden China Xi Jinping tidak menuruti permintaan AS untuk berhenti mensubsidi perusahaan China di bawah rencananya untuk membuat China sebagai pemimpin utama bidang teknologi pada 2025.
Kekuatan dan besaran ekonomi kedua negara itu berarti akan membuat perang dagang berlangsung untuk waktu yang lama.