Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dana Otsus Disinyalir Sarat Penyalahgunaan

Perkara korupsi yang membelit petinggi pemerintahan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam menandakan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus sarat korupsi.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pascaterjaring operasi tangkap tangan (OTT), di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/7/2018)./ANTARA-Reno Esnir
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pascaterjaring operasi tangkap tangan (OTT), di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/7/2018)./ANTARA-Reno Esnir

Bisnis.com, JAKARTA - Perkara korupsi yang membelit petinggi pemerintahan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam menandakan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus sarat korupsi.

Gulfino, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan bahwa kasusus korupsi dalam modus suap ini merupakan letupan akibat pengelolaan dari Dana Otsus yang penuh lubang.

Tidak hanya di Provinsi Aceh, hal serupa juga bisa terjadi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Problem tidak tepat sasaran peruntukan dana Otsus masih menjadi polemik utama yang saban tahun dibicarakan, namun tidak ada pemecahan masalahnya.

"Berdasarkan data Kementerian Keuangan dana Otsus di APBN 2017 sebesar Rp19,5 triliun. Sementara itu, di APBN 2018 jumlahnya naik menjadi Rp21,1 triliun untuk Provinsi yang memiliki Otonomi Khusus," ujarnya, Jumat (6/7/2018).

Menurut Gulfino banyak faktor yang mendorong dana otsus hanya dinikmati segelintir pihak. Hal itu mulai dari mentalitas kepala daerah yang masih labil dilimpahi dana besar, proses perencanaan yang buruk, pengawasan yang lemah, hingga informasi yang tidak sampai pada masyarakat. Masyarakat dibiarkan tidak tahu untuk menghindari tuntutan macam-macam dari mereka.

Jika berbicara regulasi, tuturnya, telah jelas diatur bahwa peruntukan dana Otsus harus mengena pada kepentingan masyarakat melalui pembangunan fisik dan penguatan ekonomi masyaraka. Namun, apabila pengawasan masih lemah dan sistem pembagian dana Otsus masih tidak juga menampakan ketegasannya maka jangan kaget jika kasus korupsi Dana Otsus di Aceh bukan yang terakhir.

Dana Otsus dalam Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) merupakan sumber pemasukan bagi Provinsi Aceh. Menurut Qanun 2/2013, alokasinya 60% provinsi dan 40% kabupaten/kota dengan menggunakan mekanisme transfer langsung ke Kabupaten/Kota.

Masalahnya, ketentuan dari Qanun tersebut terindikasi tidak sesuai dengan regulasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Artinya secara regulasi pengalokasian dana Otsus pun tidak sesuai dengan regulasi di atasnya.

"Selain itu pengelolaan dana otsus masih belum memiliki rumusan rencana induk yang akan menjadi acuan dalam implementasi kegiatan. Proses perencanaan pengelolaan Dana Otsus dimulai melalui Musrenbang namun pada kenyataanya Musrebang masih belum mampu menangkap usulan masyarakat sehingga perencanaan pembangunnya pun acap tidak tepat sasaran. Selain itu, minimnya ruang partisipasi menegasikan transparansi peruntukan dana Otsus tersebut, akibatnya dana Otsus menguap tak jelas," urai Gulfino.

"Jika melihat politik anggaran yang semakin akrab dengan penyalahgunaan, maka Fitra memberikan rekomendasi pada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Pemerintah Daerah secara Khusus dan Pemerintahan dan masyarakat secara umum, untuk memperbaiki regulasi yang mengatur peruntukan/alokasi dana Otonomi Khusus, agar penggunaannya bisa lebih termonitoring," ujar Sekjen Fitra Yenny Sucipto.

Pemerintah juga harus mengawasi penggunaan Dana Otonomi Khusus secara komperhensif, sistematis dan masif agar peruntukan dana Otsus benar-benar sampai pada masyarakat.

"Kami minta juga agar menghukum semaksimal mungkin koruptor, khususnya yang mengkorupsi dana Otonomi khusus, sebab peruntukan dana Otsus harus sepenuhnya dan sebaik-baiknya diperuntukan bagi pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan menjadikan pengalaman Korupsi di Aceh, pengalaman buruk kasus Gizi Buruk di Papua sebagai bahan evaluasi Pemerintah dalam mengalokasikan dana Otonomi Khusus serta mendorong pemerintah daerah dapat pengelolah APBD dan dana transfer daerah secara transparan, akutabel, dan partisipatif," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper