Bisnis.com, JAKARTA--Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia Muzakkir menilai perkara kealpaan yang berkaitan dengan dokter harus diklarifikasi di lembaga profesi, baru kemudian dilimpahkan ke mekanisme sistem peradilan pidana atau perdata jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum.
Muzakkir menilai, peradilan khusus untuk para dokter tidak memungkinkan dibentuk secara otonom karena pengadilan khusus untuk dokter juga bisa dilakukan di pengadilan umum. Hal itu bisa dilakukan setelah terbukti bahwa dokter yang bersangkutan bersalah secara sah dan meyakinkan di lembaga profesi kedokteran seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Peradilan dokter itu tidak perlu, yang penting syarat yang harus dilakukan jika ada kasus kealpaan yang dilakukan dokter dan merugikan pasien, itu harus diproses dulu oleh organisasi atau lembaga profesi dokter. Itulah dasarnya untuk masuk ke unsur pidana atau perdata, jika ada dokter yang melanggar profesi," tuturnya kepada Bisnis, Senin (2/7/2018).
Dia juga mencontohkan proses hukum secara pidana maupun perdata terhadap profesi para dokter mirip dengan proses hukum seorang wartawan yang harus diklarifikasi terlebih dulu oleh Dewan Pers. Setelah diklarifikasi dan ditemukan ada kealpaan, maka yang bersangkutan bisa diproses secara hukum dan profesinya dicopot.
"Jadi mirip-miriplah dengan Dewan Pers. Dokter juga sama seperti itu. Kalau ada kasus kealpaan harus diserahkan dulu ke lembaga profesi baru diproses di peradilan umum," katanya.
Menurut Muzakkir, jika semua profesi meminta peradilan khusus maka peradilan khusus akan membeludak di Indonesia. Muzakkir mengimbau agar kalangan dokter tidak terus mendorong sistem pengadilan khusus bagi para dokter yang melakukan kealpaan, karena hal tersebut bisa dilakukan di pengadilan umum.
"Nanti semua profesi bakal minta pengadilan khusus. Ini kan repot. Sebaiknya tetap diproses terlebih dulu di lembaga profesi, namun jika ditemukan adanya unsur pidana atau perdata baru diproses pengadilan umum," ujarnya.