Bisnis.com, JAKARTA -- Seorang menteri Maroko mengundurkan diri setelah mendapat tekanan terkait kampanye pemboikotan atas sejumlah merek ternama di negara itu.
Pada Selasa (5/6/2018), Menteri Urusan Umum dan Pemerintahan Lahcen Daoudi bertemu dengan para pekerja Centrale-Danone yang menggelar protes damai dan meminta masyarakat menghentikan boikotnya atas produk tersebut karena khawatir akan mengganggu perekonomian.
Dia juga menilai aksi para pekerja ini dibenarkan.
Sehari sebelumnya, perusahaan itu menyampaikan boikot yang dilakukan telah berdampak terhadap kinerja perusahaan. Centrale-Danone mengalami rugi sebesar 150 juta dirham, sekitar Rp219,6 miliar, pada semester I/2018 atau jauh di bawah laba sebesar 56 juta dirham dalam periode yang sama tahun lalu.
Perusahaan itu juga telah menyatakan bakal memangkas 30% serapan susu dari 120.000 peternak yang menjadi supplier dan memberhentikan pekerja yang terkait kontrak jangka pendek, jumlahnya diperkirakan 1.000 orang.
Simpati Daoudi, yang berasal dari Partai PJD, membuatnya mendapat tekanan baik dari publik maupun partainya. Tak lama setelahnya, Perdana Menteri (PM) Saad Eddine El Othmani pun langsung mengadakan rapat kabinet luar biasa.
"Partisipasi Lahcen Daoudi dalam aksi itu dipertanyakan dan tidak pantas," ujar sekretariat jenderal PJD dalam pernyataan resminya, seperti dilansir Reuters, Kamis (7/6).
PJD juga mengungkapkan para anggotanya mengapresiasi permintaan pengunduran diri Daoudi dari kabinet.
Centrale-Danone adalah anak usaha Danone, perusahaan konsumer asal Prancis. Di Indonesia, Danone memproduksi air minum kemasan Aqua.
Adapun kampanye boikot tersebut dimulai pada akhir April 2018, ketika seorang aktivis yang tidak diketahui identitasnya menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar menetapkan harga yang terlalu tinggi dan tidak adil.
Perusahaan-perusahaan itu, termasuk Centrale-Danone, SPBU Afriquia milik miliuner yang juga Menteri Pertanian Aziz Akhanouch, dan merek air minum Sidi Ali.
"Tujuan boikot ini adalah menyatukan rakyat Maroko dan berbicara dengan satu suara melawan harga tinggi, kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan, korupsi, dan despotisme," sebut salah satu laman kampanye boikot.