Bisnis.com, JAKARTA – Pembahasan dan rencana pengesahan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) mengemuka kembali beberapa waktu belakangan.
Dalam konteks upaya memperbarui aturan hukum pidana secara umum agar penegakan hukum dapat dilakukan secara lebih efektif, upaya untuk mengesahkan KUHP baru tersebut perlu didukung.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap rencana pengesahan RUU KUHP tersebut tidak berakibat merugikan pemberantasan korupsi.
"Kami memandang, masih terdapat aturan yang beresiko memperlemah KPK dan pemberantasan korupsi jika sejumlah pasal-pasal tentang tindak pidana korupsi masih dipertahankan di RUU KUHP tersebut," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/5).
Terkait dengan sikap KPK terhadap dimasukkannya tindak pidana korupsi ke dalam RKUHP, KPK telah mengirimkan lima surat kepada Presiden, Ketua Panja RKUHP DPR, dan Kemenkumham, yang pada prinsipnya menyatakan sikap KPK menolak dimasukkannya tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi ke dalam RKUHP, dan meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP.
"Terdapat sejumlah persoalan yang kami pandang berisiko bagi KPK ataupun pemberantasan korupsi ke depan, yakni masalah kewenangan KPK dan disparitas Ketentuan UU Tipikor dan RKUHP," lanjut Syarif.
Dia menambahkan KPK menghargai semangat untuk mengonsolidasikan dan menyistematisasi RKUHP. Namun, karena ujung semua upaya ini adalah efektivitas penegakan hukum, seharusnya kepentingan penegak hukum menjadi prioritas.
Dengan demikian, pengaturannya sepatutnya memilih mana yang lebih dirasa efektif oleh penegak hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi.
"Dalam konteks pemberantasan korupsi, kami memandang pengaturan delik korupsi secara keseluruhan di UU khusus (UU Tipikor seperti yang ada saat ini) dinilai lebih efektif," ujar Syarif.
Dia melanjutkan agar penyelesaian RKUHP tidak berlarut-larut, KPK mengusulkan pemerintah mengeluarkan delik-delik khusus seperti Tipikor, Narkotik, Pelanggaran HAM, Pencucian Uang, Tindak Pidana Terorisme sehingga delik-delik khusus diatur seluruhnya di luar RKUHP.
Menurut Syarif, revisi delik korupsi akan lebih efektif dan sederhana dilakukan melalui revisi Undang-undang Tipikor, termasuk kebutuhan untuk memasukkan ketentuan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang belum masuk kedalam UU Tipikor, maupun penyesuaian dan peningkatan sanksi bagi pelaku korupsi.
"Sekali lagi, KPK mengingatkan pada semua pihak bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa yang berakibat sangat buruk terhadap bangsa ini. Keseriusan kita semua dalam pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan," tutur Syarif.
Dia menambahkan sikap dan aturan yang memperlemah pemberantasan korupsi akan berakibat buruk bagi masa depan bangsa. “Sinyal pemberantasan korupsi kami harap disampaikan secara tegas dan jelas, karena pesan pemberantasan korupsi tidak dapat disampaikan dengan setengah hati.”