Kabar24.com, JAKARTA – Tiga pekan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Amerika Serikat dan Korea Utara (Korut), Presiden AS Donald Trump akan bertemu dengan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in pada Selasa (22/5/2018).
Di dalam pertemuan tersebut, pejabat AS ingin mengetahui kesungguhan Pyongyang di dalam negosiasi kesepakatan nuklir nantinya.
Kunjungan Moon ke Gedung Putih awalnya untuk mengatur kelancaraan KTT AS-Korut. Namun agenda itu berubah untuk membicarakan sesi krisis setelah pekan lalu Pyongyang mengancam mundur dari KTT pada 12 Junir 2018 di Singapura nanti.
Adapun Trump masih berkomitmen untuk KTT tersebut, kendati Wapres AS Mike Pence memperingatkan bahwa presiden masih dapat mundur dari KTT.
“Korut seharusnya tidak menjadi konsesi untuk janji-janji yang tidak dapat dipertahankannya,” kata Pence kepada Fox News seperti dilansir Reuters, Selasa (22/5/2018).
Sementara KTT bulan depan itu bertujuan untuk merundingkan kesepakatan yang dapat mencegah terjadinya perang nuklir dan denuklirisasi Semenanjung Korea, ternyata, keberhasilannya juga berada di tangan pihak lain, yaitu Presiden China Xi Jinping.
Sebagai mitra terbesar perdagangan bagi Korut, China yang ikut dalam pemberian sanksi ekonomi dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Korut di saat yang sama juga merupakan pelindung rezim itu dari peringatan Trump tentang ‘api dan amarah’.
Adapun seiring pertemuan Trump dan Kim, Xi dipercaya dapat mendukung kesepakatan mana pun yang dapat menguntungkan negerinya, begitu juga sebaliknya.
China tampaknya telah menggunakan taktik ini di dalam perundingan perdagangan dengan Washington pada akhir pekan lalu. Saat itu, Trump menambahkan, Xi dapat mempengaruhi Kim untuk mengambil garis keras terhadap AS.
Hal itu disampaikan Trump setelah Korut mengancam untuk mundur dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).
Adapun, AS dan China pada Sabtu (19/5/2018) mengumumkan gencatan aksi saling lempar tarif dan mengalihkan fokus seluruhnya ke Korut.
Trump lewat akun Twitter-nya pada Senin (21/5/2018) menyatakan, China harus tetap kuat dan ketat dalam perbatasan dengan Korut hingga kesepakatan dicapai.
“Kabarnya baru-baru ini perbatasan semakin terserap dan lebih banyak penyaringan. Saya ingin ini terjadi, dan Korut bisa menjadi SANGAT sukses, namun hanya setelah penandatanganan,” cuit Trump, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (22/5/2018).
Di sisi lain, China menjadi kesulitan untuk menyeimbangkan diri. Negeri Panda telah seringkali dipanggil untuk membicarakan KTT antara AS dan Korut , bahwa akhir dari KTT itu adalah dapat menghindari perang atau runtuhnya rezim.
Kedua pilihan tersebut dapat merusak perekonomian China dan berakhir pada krisis pengungsi atau berpotensi menghadirkan pasukan Negeri Paman Sam di perbatasan China.
Selain itu, China juga tampak tidak ingin mendekatkan Korut dengan AS dan Korsel karena dapat memperburuk kepentingan keamanannya.