Bisnis.com, JAKARTA – China bersiap untuk melakukan perang dagang dengan Amerika Serikat, sebaliknya AS harus mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan setelah memicu perang dagang ini. Demkian disampaikan pakar hubungan AS-China.
Robert Ross, profesor ilmu politik di Boston College, mengatakan kepada CNBC bahwa jelas China telah bersiap jika perang dagang terjadi dengan AS, karena didukung pasar yang sangat besar dan ekonomi yang sangat kuat.
“Perlu mempertimbangkan kemungkinan dampak bagi warga dan perusahaan AS. yang beroperasi di China, jika ada perang dagang,” ujarnya.
"Kita harus mengingat dua hal: Satu, ekspor China ke AS memperbaiki standar hidup warga AS dengan menjual barang-barang yang lebih murah ke negaranya yang kita ambil manfaatnya, dan kita tidak lagi membuat barang-barang itu.”
"Kedua, ada banyak sekali perusahaan AS yang menghasilkan sejumlah besar keuntungan di China, entah itu Apple, Buick, atau perusahaan lainnya," katanya, seperti dikutip CNBC.
Sebelumnya, pemerintahan Presiden Donald Trump sedang mempertimbangkan sebuah paket kebijakan perdagangan termasuk tarif impor barang dari China senilai US$60 miliar, yang dapat menargetkan sektor teknologi dan telekomunikasi di China.
Baca Juga
Ross juga menunjukkan bahwa defisit perdagangan dengan China yang mencapai US$276 miliar tahun lalu lebih merupakan dampak dari faktor ekonomi daripada masalah kebijakan.
"Orang China memiliki tingkat tabungan yang sangat tinggi, sedangkan warga AS memiliki tingkat tabungan yang sangat rendah. Kami mengkonsumsi lebih dari yang mereka konsumsi, kita akan mengalami defisit perdagangan. Sekarang, apakah Anda memperbaikinya melalui kebijakan? Apakah Anda memperbaikinya melalui perang dagang? Sangat bisa diperdebatkan," ujar Ross.
Larry Kudlow, yang dipercaya Trump untuk menjadi penasihat ekonomi barunya, juga menunjukkan sikap agresifnya terhadap Beijing pada hari Rabu, setelah menyerukan sebuah "koalisi mitra dagang dan sekutu besar melawan China."
Namun Ross mengatakan bahwa koalisi semacam itu tidak mungkin terjadi.
"Orang-orang Eropa terus-menerus bersaing untuk mendapatkan keuntungan di China, dan saya pikir tidak mungkin mereka mengikuti AS untuk menjatuhkan sanksi yang akan membahayakan pertumbuhan ekonomi mereka sendiri," ujar Ross.
Lebih jauh lagi, jika China menjadi musuh perdagangan, hal itu tidak menguntungkan bagi perundingan AS dengan Korea Utara mengenai denuklirisasi, katanya.
"Akan menjadi jauh lebih sulit untuk meminta kerja sama dengan China mengenai sesuatu yang kita upayakan jika kita memperlakukan mereka seperti musuh perdagangan," pungkas Ross.