Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi mengatakan saat ini masalah terorisme bukan sekadar disebabkan paham atau ideologi radikal, tetapi juga karena persepsi keadilan sosial.
Menurut dia, saat ini perkembangan terorisme di Indonesia tidak terlepas dari aksi kelompok radikal. Motivasi kelompok radikal itu untuk melancarkan aksi terorisme dipengaruhi oleh berbagai macam hal baik dari faktor intenasional maupun domestik.
“Juga faktor lain seperti ideologi, persepsi atas ketidakadilan lokal, penjajahan dalam bentuk yang lainnya sehingga terorisme, radikalisme, neoribeliasme dan lain-lain menjadi pemicu kelompok-kelompok Islam [radikal] berusaha menebar kebencian dengan orang yang tidak sepaham dengannya,” katanya dalam acara penandatanganan nota kesepahaman penanggulangan terorisme dengan Kementerian Dalam Negeri, Senin (12/3/2018).
Di tataran domestik, kata dia, persepsi terhadap ketidakadilan sosial, ketimpangan kesejahteraan, pendidikan, kekecewaan, dan balas dendam menjadi dalih pembenaran kelompok radikal tersebut menarik simpati orang lain agar ikut ke dalamnya.
Pola indoktrinasi dan rekrutmen kelompok radikal pun telah mengalami perubahan dengan memanfaatkan teknologi dan informasi dari dunia maya.
Bahkan, ada contoh generasi muda yang mengalami proses radikalisasi akibat penetrasi propaganda dan ideologi radikal dari dunia maya.
“Kami rekrut anak-anak muda blogger, netizen yang punya banyak follower-nya, kami minta mereka menyebarkan pesan-pesan damai antiradikal dengan gaya bahasa milenial, gaya bahasa yag mudah dicerna oleh anak muda. Tidak gaya birokrasi yang seperti kami, tidak akan masuk sama mereka, tapi dengan gaya mereka,” tuturnya.
Sebabnya, anak muda adalah sasaran empuk dari radikalisasi karena dinilai masih labil. Anak muda kerap menjadi sasaran radikalisasi karena memiliki ilmu pengetahuan tinggi tapi secara emosional tidak stabil sehingga mudah dipengaruhi.