Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri menegaskan, kasus korupsi kepala daerah merupakan urusan individu sehingga proses hukum harus ditegakkan. Jika terbukti melakukan suap, korupsi dan lainnya, kepada daerah akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hadi Prabowo mengatakan, bila para kepala daerah menaati aturan, pelanggaran tidak akan terjadi.
Menurutnya, banyak pendapat mengakatan bahwa kepala daerah korupsi karena biaya politik yang tinggi, tetapi itu urusan induvidu yang hendak maju ke pemilihan kepala daerah.
"Biaya politik kan urusannya mereka. Kalau orang mau jadi dengan membayar itu urusan dari mereka masing-masing," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (6/2/2018).
Hadi menegaskan, tata kelola pemerintahan itu sangat jelas aturannya. Begitu pun ketika hendak mengeluarkan kebijakan, regulasinya sudah jelas. Fungsi dan tugas para pejabat daerah pun telah diatur, termasuk tugas dan fungsi kepala daerah.
"Kewenangannya sudah jelas. Menerima suap kan individu. Kalau sesuai aturan, itu kan dilarang," ujarnya.
Hadi menuturkan, semua kepala daerah dan wakilnya, pasti sudah paham aturannya. Jika kemudian tetap saja terjerat, lalu berdalih karena tak tahu aturannya, bagi Hadi itu hanya alasan pembenaran saja.
"Tahu enggak tahu itu kan suatu alasan. Jadi bupati [Jombang] sudah 5 tahun, masak enggak tahu kalau itu suap? Itu melanggar," tegasnya.
Terkait dengan proses pemberhentian kepala daerah yang terjerat kasus, menurut Hadi, telah sesuai dengan aturan. Jika sudah ditahan, yang bersangkutan akan diberhentikan sementara hingga ketika sudah ada keputusan hukum tetap.
Selanjutnya, kepala daerah yang dinyatakan bersalah secara hukum, dia akan diberhentikan. "Kalau ini [Bupati Jombang] ditahan, [masih] diberhentikan sementara," katanya.
Hadi mencontohkan, Gubernur Jambi Zumi Zola. Saat ini, Zumi masih tersangka dan belum ditahan. Jadi, masih bisa melaksanakan tugasnya. Berbeda dengan kasus Bupati Jombang yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT), bahkan kini telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Itu bedanya. Kalau sudah tertangkap OTT kan sudah dikurung, enggak bisa melaksanakan tugas," imbuhnya.