Kabar24.com, DENPASAR—Keberadaan perusahaan perantara alias properti tidak berizin di Bali yang seakan bebas beroperasi, mulai mendapatkan perhatian Kementerian Perdagangan.
Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag pada Rabu (10/1/2017) mulai menyegel sejumlah perusahaan properti tidak berizin yang beroperasi di Pulau Dewata. Salah satu perusahaan broker properti yang disegel beroperasi di Petitenget, Kabupaten Badung.
Direktur Tertib Niaga Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Veri Anggrijono mengungkapkan tindakan tegas itu diambil setelah pihaknya menelusuri selama sebulan. Menurutnya, pelaku usaha tersebut tidak mengantongi Surat Izin Usaha Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (SIU-P4) untuk bekerja secara profesional.
“Sudah kami pantau sekitar sebulan dan ternyata ada sejumlah perusahaan perantara properti yang tidak berizin,” jelasnya, Kamis (11/1/2018).
Bagi perusahaan yang disegel tersebut, mereka tidak diizinkan untuk beroperasi selama belum memenuhi aturan. Bila melanggar, akan diancam pidana 4 tahun dan dendan Rp10 miliar. Lebih lanjut ditegaskan sidak digelar tidak hanya di Bali tetapi seluruh Indonesia untuk memberikan perlindungan bagi konsumen sesuai peraturan yang berlaku.
Dari sejumlah perusahaan broker properti yang didatangi Kemendag, Veri mengakui belum mendapati adanya warga negara asing (WNA). Veri belum bersedia menjabarkan jumlah broker properti tidak berizin yang dibidik. Informasi yang diperoleh Bisnis, tim sudah mengantongi sebanyak 30 broker di Bali saja.
Baca Juga
Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Bali Putu Subada Kusuma menyambut positif tindakan Kemendag. Sudah sangat lama, keberadaan broker properti tidak berizin di daerah ini dan belum pernah mendapatkan tindakan tegas dari pemerintah.
Subada menduga jumlah broker properti bodong yang beroperasi di Pulau Dewata sangat banyak. Menariknya investasi properti di daerah ini mendorong banyak pelaku broker properti bermunculan tanpa mau mengurus izin terlebih dulu. Saat ini jumlah anggota Arebi Bali baru 50 usaha.
“Kami tentu senang sekali akhirnya ditindak, sudah sejak lama kami yang resmi dan membayar pajak kepada pemerintah menunggu ketegasan seperti ini,” jelasnya.
Menurutnya, keberadaan broker properti ilegal tidak berkontribusi terhadap daerah karena tidak diharuskan membayar pajak seperti perantara properti resmi. Berbeda dengan broker berizin yang diharuskan bayar pajak bahkan membayar biaya royalti kepada pemilik jaringan. Padahal, disinyalir jumlahnya sangat banyak dan beroperasi sejak lama disebabnya banyaknya investor tertarik berinvestasi di Bali.
Arebi Bali menyarankan agar ke depannya, Kemendag menggandeng Imigrasi karena tidak menutup kemungkinan didapati WNA dalam perusahaan properti. Menurutnya, isu banyaknya broker properti di Bali dimiliki WNA sudah santer terdengar tetapi susah untuk membuktikan.
“Kami sarankan yang belum berizin segera mengurus perizinan dengan rekomendasi dulu dari Arebi. Sekarang sudah mudah perizinannya dan cukup lewat sistem daring yang cepat tidak seperti dulu harus ke Jakarta,” tegasnya.