Kabar24.com, JAKARTA- Persatuan Jaksa Indonesia menolak format Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi Polri yang memasukkan kewenangan penuntutan di dalam unit tersebut.
Reda Mantovani, dari Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan pembentuan detasemen khusus yang diinisasi oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sepanjang hal itu menyangkut bidang penyidikan.
“Kejaksaan sudah ada satgas yang menangani korupsi sejak 2008 dan 2015 diperkuat lagi zaman HM Prasetyo. Tapi densus itu jangan mengatur ranah penuntutan. Kita sudah ready di penuntutan,” ujarnya, Minggu (22/10/2017).
Dia melanjutkan, kalau memang Kapolri ingin penanganan kasus korupsi dilakukan secara seksama dan menghindarkan bolak-baliknya berkar perkara sebelum penuntutan, para pemangku kepentingan harus perbaiki sistem hukum secara menyeluruh bukan cuma mekanisme penanganan perkara tipikor.
Langkah untuk memperbnaiki sistem ini menurutnya sudah berjalan dalam revisi Undang-undang (UU) No. 8/1982 tentang KUHAP yang draftnya saat ini berada di Kementerian Hukum dan HAM.
“Dalam revisi itu, integrasi penyidik dan penuntut sudah diatur di draft tersebut dan dilakukan untuk perkara apa saja, bukan hanya perkara korupsi,” lanjutnya.
Baca Juga
Menurutnya, jika niat menggabungkan kewenangan penuntutan pada detasemen tersebut maka akan melanggar banyak hal seperti UU Kejaksaan karena penuntut umum tertinggi ada di tangan Jaksa Agung.
Densus, lanjutnya, tidak bisa meniru KPK karena penggabungan penyidikan dan penuntutan pada lembaga itu merupakan manah UU Tipikor.
Selain melangar UU KPK, pihaknya juga melihat kewenangan penggabungan itu berpotensi melanggar hukum acara pidana yang memang memisahkan secara jelas kewenangan penyidikan dan penuntutan.
Densus yang hanya berdasar hukum peraturan presiden menurutnya tidak bisa mengatur hukum acara pidana.
“Kalau memang mau atur bikin UU baru sekalian atau revisi KUHAP,” tambahnya.