Bisnis.com, JAKARTA — Komisioner Korbid PS2P Komisi Penyiaran Indonesai Pusat, Agung Suprio mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran di DPR yang berkutat pada persoalan penerapan model single mux atau multi mux haruslah diatur dengan baik.
Dia menuturkan penerapan salah satu model tersebut jangan sampai menimbulkan adanya monopoli oleh pemerintah maupun adanya dominasi dari pemilik modal.
Menurutnya, model multi mux dapat berpotensi menciptakan hegemoni ruang publik karena mux akan terpusat pada pemilik modal. Sementara single mux dapat menimbulkan dominasi pemerintah.
“Apa pun keputusan DPR yang perlu diperhatikan, jika multi mux harus ada peraturan turunan, misalnya 30% dalam saluran mux hanya boleh dimiliki pengelola mux, 70% diluar itu. Jika single mux harus ada aturan yang lebih jelas,”ujar Agung dalam diskusi Polemik RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Jakarta, Sabtu (21/10/2017).
Penerapan single mux akan menjadikan Radio dan Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai pemegang mux satu-satunya di Indonesia. RTRI kemudian dapat menyewakan mux untuk digunakan oleh swasta. Sementara sistem multi mux berarti ada beberapa lembaga penyiaran yang memiliki hak menggunakan rentang frekuensi penyiaran.
Agung menekankan pihaknya tidak mempermasalahkan model mana yang akan diterapkan nantinya, yang jelas apa pun keputusannya dia berharap kewenangan KPI dapat diperluas
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, Judhariksawan, mengatakan dalam pengesahan RUU Penyiaran haruslah didasarkan pada prinsip keberadilan.
“Kita harus adil dengan swasta. Swasta sudah membangun sedemikian rupa,” kata Judhariksawan,”Perubahan RUU ini jangan merugikan siapa pun. Ketika ada perubahan, legislator harus paham kondisi sosiologis yang terjadi hari ini.”