Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) meminta adanya putusan sela dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara melawan PT Citra Sari Makmur (penggugat).
Pasalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dinilai tidak berwenang mengadili perkara dengan tuntutan yang mencapai Rp16 triliun tersebut.
Oleh karena itu, PT Telkom telah mengajukan sejumlah bukti awal untuk memperkuat eksepsi kompetensi absolut, atau kewenangan pengadilan dalam mengadili perkara a quo.
Buktti awal itu sudah dimasukkan pada sidang lanjutan yang digelar Rabu (18/10/2017) dengan agenda replik. Telkom mengklaim perkara yang diajukan CSM ini seharusnya kewenangan Pengadilan Pajak.
Kuasa hukum PT Telkom Yudistira dari Junimart Girsang dan Rekan, tidak dapat berkomentar terlebih dahulu. “Kami kembalikan kepada Telkom saja. Saya tidak bisa berkomentar,” katanya.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Florensani Susana Kendenan, Yudistira akan mengajukan bukti tambahan yang diserahkan dalam waktu dua pekan mendatang.
Baca Juga
Florensani mengatakan juga tetap membuka kesempatan bagi penggugat untuk mengajukan bukti dan mengajukan saksi ahli.
Kuasa hukum CSM Andar Sidabalok mengaku terkejut dengan langkah tergugat yang dianggap terlalu cepat mengajukan bukti.
“Kami kurang paham mengapa tergugat terlalu worry dengan mengajukan bukti awal sekarang. Mereka ingin memastikan bahwa kewenangan absolutnya bukan perkara perdata tetapi peradilan pajak,” tuturnya seusai sidang.
Melihat langkah tergugat untuk memastikan kewenangan pengadilan, penggugat akan menunggu putusan sela. Andar mengklaim kliennya sudah menyerahkan aset perusahaan sebagai jaminan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Aset kami sudah diserahkan ke DJP sebagai jaminan. Kami menganggap ini perkara perbuatan melawan hukum, kenapa mereka keberatan dan dialihkan ke peradilan pajak? Ini tidak sinkron,” tambahnya.
CSM juga mengklaim tetap membayarkan kewajiban kepada Telkom, tetapi tidak dijelaskan biaya apa yang disetor ke perusahaan pelat merah tersebut.
“Kami ingin membayar pajak, tetapi klien kami juga butuh pegangan untuk pembayarannya. Makanya penting bagi kami, ada ketetapan majelis di dalam putusan sela,” ujarnya.
Perkara bermula dari terhentinya kerja sama antara dua perusahaan terkait dengan layanan jaringan transponder. CSM selaku penggugat mengaku rugi Rp16 triliun.
Sementara itu, Telkom beranggapan berakhirnya kemitraan yang dijalin selama 27 tahun ini disebabkan oleh masa waktu PKS dan settlement agreement yang telah berakhir sejak 2014 dan tidak ada perpanjangan kembali.
Pasalnya, CSM dianggap tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian dimaksud.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Telkom Tbk., Arif Prabowo mengatakan menanggapi gugatan dari CSM atas pemutusan layanan Telkom dapat dijelaskan bahwa perusahaan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan akan mengikuti proses hukum yang berlangsung.
“Telkom tidak memiliki kewajiban untuk tetap menyediakan layanan bagi CSM guna menghindari potensi kerugian yang lebih besar lagi,” tuturnya.