Kabar24.com, JAKARTA — Korupsi bidang kesehatan di Indonesia dinilai bisa meningkat ke depan, seiring semakin besarnya dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan permasalahannya ke depan adalah soal klaim yang diajukan pihak Rumah Sakit ke BPJS Kesehatan. Hal itu menjadi penting karena di sana terdapat celah untuk melakukan korupsi.
“Ini sebagai indikasi yang berpotensi, di mana pihak rumah sakit akan berlomba-lomba mengajukan klaim besar ke BPJS. Sementara BPJS belum memiliki sistem yang andal untuk menyaring klaim-klaim tersebut. Jadi membuka peluang atau celah,” katanya, Kamis (14/9/2017).
Pada tahun lalu, katanya, dananya mencapai Rp56 triliun dan Rp46 triliun di antaranya untuk pembayaran klaim.
Dari hasil survey ICW, hanya 1% dari total klaim yang diverifikasi ke pasien. Adapun klaim yang ditunda pembayarannya oleh BPJS tidak lebih dari 2%. Pihaknya pun menilai, adanya potensi konflik kepentingan antara rumah sakit dan BPJS saat mencairkan klaim.
Oleh karena itu, pemerintah harus memperketat pengawasan melalui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan terutama terkait penerima bantuan iuran.
Baca Juga
“Kami berharap BPJS dan Kemenkes mempublikasikan klaim-klaim yang sudah dibayarkan untuk dibuka saja pada publik. Itu informasi publik kecuali rekam medis yg memang harus dirahasiakan,” ujarnya.
Di sisi lain ICW pun mempublikasikan data tren kurupsi kesehatan pada periode 2010—2016. Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW Siti Juliantari Rachman mengatakan pada periode tersebut ada 219 kasus dengan 519 tersangka.
Dari sejumlah kasus tersebut, negara dirugikan hingga Rp890,1 miliar. Adapun nilai suap yang terendus mencapai Rp1,6 miliar. Pada periode itu korupsi sektor kesehatan mengalami peningkatan signifikan pada 2013 hingga 2015.
Menurut Siti, dana pengadaan alat kesehatan selalu menjadi celah korupsi terbesar setiap tahun dengan nilai kerugian negara mencapai Rp543 miliar pada periode 2010-2016. Pihaknya pun menemukan pergeseran objek korupsi kesehatan.
Sejak 2009 hingga 2013 korupsi pengadaan obat menempati urutan kedua terbesar setelah alat kesehatan. Namun setelah itu, dana jaminan kesehatan menjadi nomor urut dua terbesar sebagai objek korupsi di sektor kesehatan.
“Hasil pemantauan kami sebelumnya, dana jaminan kesehatan berada pada posisi paling buncit dari 10 objek korupsi kesehatan terbesar. Setelah penerapan BPJS kesehatan, korupsi dana jaminan kesehatan disuga semakin banyak,” ujarnya.
Pada periode 2010-2016 tersebut, kerugian negara dari korupsi dana jaminan kesehatan tersebut mencapai Rp62,1 miliar. Urutan berikutnya ditempati korupsi dana infrastruktur rumah sakit dengan kerugian negara mencapai Rp47,4 miliar. Berikutnya adalah korupsi dana obat-obatan sengan kerugian Rp24,6 miliar.
“Korupsi dana untuk obat-obatan peringkatnya menurun karena terdorong juga oleh e-katalog. Dan trennya ke depan urutannya akan cenderung seperti itu, pengadaan alat kesehatan akan menjadi yang tertinggi diikuti dana jaminan kesehatan.”