Kabar24.com, NGAMPRAH - Ratusan perusahaan di Kabupaten Bandung Barat melakukan pengurangan jumlah karyawan bahkan tak sedikit yang terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Perusahaan tak kuat dengan terus meningkatnya Upah Minimum Kota.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur nomor 561/Kep.1191-Bangsos/2016 tanggal 21 November 2016 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2017, UMK Kab Bandung Barat (KBB) sebesar Rp2.468.289 atau naik sekitar 8,25% dari tahun lalu yang asalnya Rp2.280.175.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia KBB, Joni Tjakralaksana mengatakan, penerapan UMK 2017 telah memberikan dampakk besar kepada pengeluaran sejumlah perusahaan. Pengusaha tidak kuat menanggung penyesuaian biaya reguler yang harus dikeluarkan setiap bulannya.
"Jumlahnya diperkirakan seratus pabrik di KBB yang tidak kuat harus menambah pengeluaran biaya akibat kenaikan UMK itu. Akibatnya mereka melakukan pengurangan karyawan," katanya, kepada wartawan, Minggu (10/9/2017).
Untuk menekan pengeluaran, selain dengan mengurangi karyawan, tak sedikit dari mereka yang terpaksa harus menghapuskan jam kerja yang awalnya tiga shift menjadi dua shift.
Ekonomi mikro yang ditandai dengan rendahnya daya beli masyarakat berpengaruh terhadap penyerapan produk di pasaran.
Baca Juga
Untuk itu dirinya mendesak sebelum membahas yang lainnya seperti Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK), pemda fokus pada pembenahan pelaksanaan UMK 2017 yang mengacu kepada PP Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Apabila kondisi ini terus dibiarkan, maka dikhawatirkan pengangguran di KBB akan semakin banyak akibat perusahaan terus melakukan efesiensi karyawannya.
"Para pengusaha yang saat ini mulai berat untuk menanggung gaji karyawan suaranya harus mulai didengarkan dan diperhatikan oleh pemda," ujarnya.
Semetara itu, Apindo Jawa Barat memperkirakan ada 30.000 karyawan yang telah di PHK akibat kondisi perekonomian yang belum stabil. Sektor garmen menjadi industri yang paling banyak merumahkan karyawannya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Widjaya mengatakan, jumlah tersebut merupakan akumulasi sepanjang tahun ini hingga Agustus.
Tak sedikit perusahaan skala besar terpaksa melakukan efisiensi. Mayoritas adalah industri garmen dan padat karya lainnya yang berada di Jawa Barat bagian utara (pantura), Bogor, dan sebagian di Bandung Raya.
"Mereka tidak tutup, tapi memang mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Akibatnya, PHK tidak dapat terhindarkan. Sebagai contoh, di Karawang sekarang sudah tidak ada industri garmen skala besar," kata Deddy.
Jumlah karyawan yang diberhentikan jauh lebih besar apabila digabung dengan industri menengah dan kecil. Selain kondisi ekonomi yang kurang baik, beberapa faktor yang menyebabkan lesunya industri besar di Jawa Barat adalah terhambatnya importasi barang.
Pengusaha merasa terbebani atas proses importasi yang cenderung dipersulit. Sementara, industri mengandalkan bahan baku impor untuk usahanya.
Untuk itu dirinya mendesak kepada pemerintah pusat untuk segera membuat langkah konkret guna menyelamatkan industri yang telah membantu menggerakan roda perekonomian nasional. Bila tidak, bukan tidak mungkin semakin banyak perusahaan yang kolaps.
"Misalnya memperbaiki tata niaga bahan baku, memperlancar importasi barang, dan subsidi pajak," paparnya.