Bisnis.com, JAKARTA — Anti Corruption Committee atau ACC menilai pendapat ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra terkait hak angket DPR RI terhadap lembaga antirasuah, KPK, lemah secara hukum.
Sebelumnya, pada Senin (10/7) Yusril memenuhi undangan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR RI terhadap KPK untuk dimintai pendapatnya dari sudut pandang akademisi. Pada kesempatan itu Yusril mengatakan hak angket DPR kpd KPK sah secara hukum.
Alasannya, KPK adalah lembaga negara yg dibentuk undang-undang (UU). KPK pun merupakan lembaga eksekutif. Pendapat Yusril tersebut merujuk pada pasal 79 UU MD3 yg memuat nomenklatur pelaksanaan UU dan/atau kebijakan pemerintah.
Direktur Riset ACC Wiwin Suwandi mengatakan alasan Yusril tersebut lemah secara hukum. Sebabnya, jika hak angket diajukan kepada lembaga yg dibentuk UU, kekuasaan kehakiman seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, kemudian BPK, dan semua lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 dan UU juga bisa diangket termasuk TNI-POLRI.
Selain itu, KPK tidak masuk dalam lingkup "pemerintah" sebagaimana bunyi pasal 79 UU MD3 yang menyebut KPK adalah lembaga independen. Dia pun menyebut, pimpinan KPK bukan ditunjuk oleh Presiden sebagaimana berlaku dalam lingkup kekuasaan eksekutif.
“Tafsir "pemerintah" dalam Pasal 79 UU MD3 itu merujuk pada pemerintah; lembaga kepresidenan, kementerian negara, pemda prov, kab, kota, desa. KPK tidak masuk dalam domain itu karena KPK tidak menjalankan kebijakan pemerintah,” katanya, Selasa (11/7).
Dia menjelaskan, tafsir pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah dalam Pasal 79 UU MD3 tersebut merujuk pada UU APBN yg disahkan Presiden dan DPR. UU APBN itu merujuk pada UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional, serta UU No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
Menurutnya, tugas pengawasan DPR melalui hak angket adalah pelaksanaan pemerintah terhadap UU yang programnya dituangkan dalam UU APBN atau APBNP setiap tahun. Hal itu sebagai bentuk mekanisme check and balances antar lembaga negara.
Di sisi lain dia menyebut koreksi terhadap kinerja KPK dapat dilakukan dalam forum politik di rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI, atau melalui badan peradilan termasuk pra peradilan.