Bisnis.com, DOHA— Di tengah tekanan dari negara-negara Teluk Arab, Qatar justru menunjukkan kekuatannya dengan meningkatkan produksi gas alam (LNG) melalui salah satu lapangan LNG terbesar di dunia yang dimilikinya, yakni North Field.
Qatar juga berencana membangun dan memperluas penambangan LNG di wilayah selatan selama lima hingga tujuh tahun ke depan.
Adapun langkah itu dilakukan melalui perusahaan miliki negara Qatar yakni Qatar Petroleum. Dampaknya, Qatar akan mampu meningkatkan produksi LNG-nya hingga 30% dari 77 juta ton per tahun menjadi sekitar 100 juta ton per tahun hingga tujuh tahun ke depan.
“Kami berpikir, langkah paling tepat saat ini adalah memacu produksi dan ekspor LNG kami,” kata CEO Qatar Petroleum Saad al-Kaab, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (5/7/2017).
Kebijakan itu diharapkan memberi dampak positif bagi pendapatan nasional Qatar. Posisi negara tersebut sebagai produsen gas alam cair terbesar akan semakin kuat.
Namun, kebijakan itu berpeluang mendapat kritik pedas dari negara lain yang saat ini tengah berusaha menjadi salah satu produsen LNG utama global. Negara-negara itu a.l. Australia, Amerika Serikat, dan Rusia.
Para analis memperkirakan, pasar LNG global akan mengalami kekenyangan, sehingga menurunkan harga komoditas tersebut.
Sebagai catatan, kelebihan produksi gas alam cair di pasar global telah membuat harga spot LNG Asia dan AS turun 40% pada tahun ini dan 70% dari harga tertingginya pada 2014 yakni menjadi US$ 5,50 per mmBtu.
Di sisi lain, berdasarkan riset tebaru Royal Dutch Shell, permintaan LNG global ‘hanya’ mencapai 265 juta ton pada 2016.
Namun demikian Qatar diperkirakan tidak akan terlalu dirugikan dengan penurunan harga tersebut karena memiliki kondisi yang lebih menguntungkan dibandingkan pesaingnya. Biaya produksi LNG di Qatar tercatat relatif lebih murah daripada Rusia, AS dan Australia.
Selain itu jarak distribusi yang relatif pendek menuju konsumen utama LNG global yakni negara-negara kawasan Asia dan Eropa akan membuat Qatar mendapat posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan para pesaingnya.
Sementara itu, AS terpaksa harus berpikir keras untuk menyiasati kondisi tersebut. Jarak distribusi yang jauh dengan negara konsumen dan tinginya biaya produksi, akan membuat Paman Sam tertekan.
Di tengah situasi itu AS diprediksi akan kesulitan untuk mencari patner swasta baru untuk mengembangkan kilang baru sekaligus produksi LNG nasionalnya.
Seperti diketahui, saat ini baru ada Cheniere yang menjadi perusahaan pengekspor LNG dari A.S. Sebelumnya, perusahaan tersebut telah mengajukan proposal proyek untuk memacu produksi gas alam cairnya menjadi 150 juta ton per tahun.