Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pungutan Dana Penyiaran Harus Tunggu Revisi UU

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) minta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk tidak gegabah dalam memungut dana penyiaran terhadap LPS sebelum ada legitimasi dari hasil revisi UU No 32/2012 tentang penyiaran demi terlaksananya migrasi siaran digital di Indonesia.
KPI Pantau tayangan televisi/Antara
KPI Pantau tayangan televisi/Antara

Kabar24.com, JAKARTA--Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) minta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk tidak gegabah dalam memungut dana penyiaran terhadap LPS sebelum ada legitimasi dari hasil revisi UU No 32/2012 tentang penyiaran demi terlaksananya migrasi siaran digital di Indonesia.

Agung Suprio Komisioner KPI mengemukakan kini revisi UU No 32/2012 tengah digodok oleh Komisi I DPR. Menurutnya, jika dalam proses revisi UU tersebut tertuang aturan dan tata cara memungut dana penyiaran dari pelaku, maka pemerintah dapat langsung melakukan pemungutan secara resmi.

"Pertama yang dimaksud pungutan ini, jika dalam konteks resmi maka harus ada regulasinya dulu. Jika pemerintah berniat melakukan pungutan dana penyiaran itu, maka harus menunggu proses revisi UU penyiaran itu," tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Kamis (6/4).

Dia menjelaskan pungutan dana penyiaran tersebut tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk mensubsidi pembelian perangkat Set Top Box (STB). Namun, dana tersebut dinilai juga dapat digunakan untuk memperbaiki daerah perbatasan yang belum mendapatkan siaran dengan baik.

"‎Dana itu diambil dan digunakan untuk penyiaran di daerah perbatasan. Kemudian juga untuk meningkatkan kualitas penyiaran, jadi tidak semata-mata hanya untuk STB saja," katanya.

Menurutnya, untuk mempercepat proses migrasi siaran analog ke digital tersebut, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dengan produsen televisi yang bermain di Indonesia, agar televisi analog tidak lagi diproduksi. Namun yang diproduksi adalah televisi digital.

"Pemerintah juga kan bisa bekerja sama dengan produsen televisi. Sehingga ini otomatis bisa mengurangi biaya untuk mensubsidi STB," ujarnya.

Selain itu, dia juga mengusulkan agar pungutan dana penyiaran terhadap LPS tersebut ‎dapat diambil dari setiap laba kotor iklan yang didapat para pemain LPS.

"Karena fungsi lembaga penyiaran sekarang ini berbeda dengan yang dulu, sekarang murni bisnis. Pungutan dana ini harus dipertimbangkan," tukasnya.

Sebelumnya, ‎pemerintah memastikan akan memungut dana penyiaran dari sekitar 11 grup lembaga penyiaran swasta raksasa yang selama ini menikmati keuntungan besar dari Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mempercepat digitalisasi penyiaran.

Nonot Harsono, Dewan Pengawas Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) mengemukakan pihaknya saat ini tengah menghitung besaran persentase untuk pemungutan dana penyiaran tersebut. Menurutnya besaran pungutan dana tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan ‎beberapa wilayah yang belum tersentuh LPS tersebut.

"‎Supaya pungutannya adil, harus didata dulu mana daerah terpencil yang belum ada penyiaran. Nanti dari situ baru diketahui, besaran biaya pungutan berapa persen," tuturnya.

Kendati demikian menurutnya, tidak semua LPS akan dikenakan pungutan oleh pemerintah seperti lembaga siaran daerah. ‎Namun, dia menegaskan khusus untuk seluruh LPS nasional wajib dikenakan pungutan tersebut agar digitalisasi penyiaran semakin cepat diimplementasikan di Indonesia.

"Nantinya dana ini akan seperti USO yang sudah diterapkan ‎pada industri telekomunikasi. Jadi semua LPS Nasional wajib dikenakan, termasuk misalnya ada lembaga penyiaran dari luar negeri yang meraup keuntungan dari Indonesia," katanya.

Dia menjelaskan fungsi lembaga penyiaran dewasa ini telah bergeser sejak awal 1990. Secara historis, menurutnya, lembaga penyiaran berfungsi sebagai sarana bagi pemerintah untuk berkomunikasi ‎kepada masyarakat.

"Tapi sekarang sudah bergeser ke arah bisnis. Dulu itu digunakan pemerintah untuk berkomunikasi dengan masyarakat," ujarnya.

Untuk melakukan digitalisasi penyiaran, seluruh LPS wajib mengembalikan frekuensi 700 MHZ yang seringkali disebut sebagai frekuensi emas lantaran memiliki cakupan band yang lebih luas. Menurut rencana pemerintah, frekuensi tersebut juga akan didedikasikan untuk pengembangan pita lebar yang membutuhkan spektrum cukup besar agar pengembangan 4G dapat berjalan dengan lancar.

Persoalannya saat ini, frekuensi 700 MHz masih diduduki oleh layanan televisi analog swasta yang tidak rela begitu saja melepas frekuensi tersebut untuk kemudian hijrah ke layanan televisi digital.

Sebagai gambaran, frekuensi yang dipakai pemain televisi analog kini terbentang dari rentang 478 MHZ-806 MHz atau memiliki pita lebar sekitar 300 Mhz. Khusus untuk penggunaan frekuensi 700 MHz tersebut, kebanyakan yang menggunakannya baru di wilayah Eropa untuk kepentingan 4G. Namun di wilayah Asia masih belum populer.

‎Secara terpisah, Ketua Masyarakat Cipta Media Paulus Widiyanto mengatakan dana pungutan penyiaran tersebut dapat disalurkan kembali kepada LPS sebagai insentif untuk migrasi ke arah digital. Selain itu, insentif lainnya adalah berupa pengurangan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi dan pemotongan pajak bagi industri penyiaran.

"Dana penyiaran itu bisa ditarik dari pendapatan iklan, karena pendapatan televisi itu kan dari iklan," tuturnya.

Menurutnya, sebelum pungutan dana penyiaran tersebut‎ direalisasikan oleh pemerintah, sebaiknya pemerintah menggunakan dana USO pada industri telekomunikasi untuk mensubsidi pembelian Set Top Box (STB) bagi sebagian masyarakat Indonesia, pasalnya untuk melakukan digitalisasi penyiaran dibutuhkan perangkat STB tersebut agar dapat menerima siaran digital.

"Saya sudah mengajukan usulan ini kepada pemerintah untuk direalisasikan. Jadi tunggu saya bagaimana respon mereka," katanya.

Selain itu, dana USO tersebut menurutnya juga dapat digunakan untuk memperbaiki konten siaran yang selama ini dinilai tidak mendukung siaran budaya dan kearifan lokal di Indonesia.

"Jadi agar STB ini bermanfaat untuk masyarakat, saya rasa perlu ada perbaikan konten siaran oleh seluruh LPS. ‎Misalnya siaran yang menunjukkan identitas Indonesia dan siaran yang bermanfaat," tukasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper