Bisnis.com, JAKARTA—Para pejabat keuangan negara anggota Group of 20 (G20) belum menemukan kesepakatan umum, terkait isu perdagangan internasional terutama proteksionisme dalam pertemuan di Baden-Baden Jerman.
Dalam pertemuan pada Jumat (17/3/2017), para pejabat tersebut baru menyepakati beberapa hal seperti menghindari devaluasi mata uang dan peringatan pada bahaya dari tingginya volatilitas nilai tukar mata uang.
“Kami tegaskan, bahwa tingginya volatilitas nilai tukar mata uang akan memberikan implikasi yang buruk bagi stabilitas keuangan dan ekonomi global,” seperti tertulis dalam rancangan komunike pertemuan G20, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (17/3/2017).
Para negara anggota berkomitmen untuk saling berkonsultasi di pasar valuta dan berjanji untuk menghindari serta saling mengingatkan untuk menolak segala bentuk devaluasi mata uang.
Namun demikian, rancangan komunike tersebut masih berpeluang berubah. Pasalnya, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara anggota masih akan kembali bertemu pada Sabtu (18/3/2017).
Mereka diperkirakan akan berjuang mencapai kesepakatan untuk menolak setiap aksi proteksi perdagangan. Seperti diketahui, kebijakan proteksi perdagangan menjadi isu dan ancaman global setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS.
Adapun, komunike tersebut juga memaparkan pentingnya dukungan kebijakan moneter dalam mendukung pertumbuhan ekonomi setiap negara. Namun, komunike itu juga menegaskan bahwa kebijakan moneter tak bisa berjalan sendiri, dan perlu dukungan dari sisi fiskal demi menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
"Kebijakan moneter akan terus mendukung kegiatan ekonomi dan menjamin stabilitas harga. Namun upaya satu sisi yang hanya dari kebijakan moneter, tidak akan dapat menyebabkan pertumbuhan yang seimbang," tulis komunike tersebut.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menyatakan, Trump tidak memiliki keinginan untuk masuk ke dalam perang dagang
“Kami hanya memiliki padangan bahwa aktivitas perdagangan perlu dikaji ulang untuk membuatnya lebih adil bagi pekerja AS,” ujarnya.