Kabar24.com, SAMARINDA - Koalisi Mayarakat Sipil yang terdiri sejumlah Organisasi Non Pemerintah (Ornop) mendaftarkan permohonan Judicial Review Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur No 1 Tahun 2016 ke Mahkamah Agung di Jakarta, Selasa (28/2/2017).
"Kami ajukan judicial review ke MA, karena RTRW yang disusun dan disahkan tidak memberikan partisipasi publik dalam rangka melaksanakan pembangunan," ujar Pradarma Rupang, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim saat jumpa pers bersama ornop lainnya di Samarinda.
Pada pendaftaran judicial review ini terdapat 6 pemohon dari nelayan, petani dan ibu rumah tangga yang didampingi oleh tim penasehat hukum. Lembaga yang turut mendukung di antaranya Jatam Kaltim, POKJA 30, AMAN Kaltim, WALHI Kaltim, Prakarsa Borneo, Front Nahdlliyin Kedaulatan Sumber Daya Alam, SEKNAS FITRA, dan Greenpeace Indonesia.
Pasal di dalam Perda RTRW Kaltim yang digugat dan dianggap bertentangan dengan Undang-Undang lebih tinggi yaitu pasal 8, pasal 28, pasal 29, pasal 37 dan pasal 40 ayat (1) huruf a angka 1, lampiran III nomor 4, lampiran X, lampiran XI Angka 8 Nomor 7 dan lampiran XVIII.
Rupang yakin judicial review RTRW Kaltim akan dikabulkan MA. Hal ini karena RTRW tersebut tidak berbasis kesejahteraan masyarakat dan tidak memberi ruang kebutuhan hidup bagi rakyat Kaltim dan hanya mengakomodir kepentingan investasi tanpa berdasar kebutuhan warga Kaltim.
"Saat ini Perda RTRW Kaltim sudah disahkan dan tahap evaluasi di Kementerian Dalam Negeri. Kami belum tahu sikap resmi pemerintah pusat atas persoalan ini. Namun, salah satu contoh RTRW ini tidak sempurna adalah Gubernur Kaltim mengakui sendiri evaluasi mencabut 63 perizinan tambang yang menyalahi di kota Samarinda," jelas Rupang.
Kemudian, contoh lainnya adalah pengelolaan Teluk Balikpapan berpihak pabrik, industri perkapalan dan pelabuhan laut tanpa memperhatikan biota laut, kelestarian mangrove dan kebutuhan nelayan.
"Selain itu, pembangunan rel kereta api melewati 22 desa tanpa melibatkan partisipasi masyarakat kampung. Kami juga mengkhawatirkan izin semen di kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat mengancam ekosistem menyeluruh keanekaragaman hayati dan flora fauna dan kehidupan masyarakat di sana," kata Rupang.