Bisnis.com, JAKARTA – Di Jepang, kurang tidut ternyata lebih berbahaya dari emosi dan hidup tak sehat, bahkan berdampak pada ekonomi negara ini.
Masalah kurang tidur ini semakin parah dalam beberapa tahun terakhir. Hampir setengah dari pekerja penuh waktu mengatakan mereka tidak memiliki waktu tidur yang cukup, terutama karena jam lembur yang panjang.
Junko Sakuyama, ekonom Dai-ichi Life Research Institute, mengatakan hal tersebut merupakan hasil dari budaya kerja tak kenal ampun, yang memaksa pekerja lembur panjang.
"Ada situasi di tempat kerja sehingga Anda harus bekerja berjam-jam dan Anda tidak dapat meninggalkan kantor tepat waktu, sehingga menjadi kurang tidur dan malah membuat pekerja sulit menjaga produktivitas," kata Sakuyama, seperti dikutip Bloomberg.
Beberapa perusahaan di Jepang berusaha mengatasi masalah ini dengan memberlakukan "waktu istirahat minimum", atau jumlah jam minimum sebelum kembali bekerja.
Sumitomo Mitsui Trust Bank memperpanjang waktu istirahat minimum menjadi sembilan jam untuk semua karyawan, termasuk staf kontrak, pada bulan Desember.
Sementara itu, sejak Januari, Unicharm Corp memberlakukan waktu minimum istirahat di luar kantor setidaknya delapan jam, dan melarang pekerja lembuh melebihi pukul 10.00.
Berbeda dengan Uni Eropa, yang mewajibkan waktu istirahat 11 jam berturut-turut setiap 24 jam, Jepang tidak memiliki hukum yang mengatur waktu ini. Menurut buku putih pemerintah yang dirilis Oktober, hanya 2% dari sekitar 1.700 perusahaan yang disurvei oleh pemerintah yang memberlakukan waktu minimum istirahat harian.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang telah menyisihkan sekitar 400 juta yen (US$3,5 juta) pada tahun fiskal berikutnya sebagai insentif untuk mendorong perusahaan-perusahaan kecil dan menengah untuk mengadopsi waktu istirahat minimum.
Menurut kementerian tenaga kerja, setiap perusahaan akan diberikan subsidi hingga 500 ribu yen untuk membayar biaya, termasuk merevisi aturan kerja, pelatihan dan memperbarui perangkat lunak yang mengelola data pekerjaan.
Sebuah penelitian oleh RAND Europe menyimpulkan masalah kurangnya waktu tidur ini merugikan ekonomi Jepang hingga US$138 miliar per tahun atau sekitar 2,9% dari PDB negara. Presentase ini lebih besar dibanding dengan negara-negara G-7 lainnya.
Penelitian ini juga menyebutkan, peningkatan waktu tidur malam dari kurang dari enam jam menjadi antara enam dan tujuh jam dapat meningkatkan ekonomi Jepang sebesar US75,7 miliar.
Kerugian Akibat Kurang Tidur
Negara | Kerugian | Presentase (dari PDB) |
Jepang | US$138 miliar | 2,92% |
Amerika Serikat | US$411 miliar | 2,28% |
Inggris Raya | US$50 miliar | 1,86% |
Jerman | US$60 miliar | 1,56% |
Kanada | US$21,4 miliar | 1,35% |