Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HUKUM BISNIS: Topjaya Antariksa Hanya Mampu Bayar 50%

PT Topjaya Antariksa Electronics mengaku hanya sanggup membayar setengah dari seluruh total utang yang dimiliki dalam proses restrukturisasi utang.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - PT Topjaya Antariksa Electronics‎ mengaku hanya sanggup membayar setengah dari seluruh total utang yang dimiliki dalam proses restrukturisasi utang.

Kuasa hukum ‎PT Topjaya Antariksa Electronics Pringgo Sanyoto mengatakan penawaran tersebut merupakan rencana perdamaian awal kepada kreditur. Namun, hingga saat ini kemampuan keuangan debitur masih sangat terbatas. "Kami meminta potongan 50% dari keseluruhan utang," kata Pringgo, Minggu (18/12/2016)

Terlebih, lanjutnya, ‎proses restrukturisasi utang debitur masih berjalan. Kreditur memiliki hak untuk memberikan masukan terhadap usulan tersebut dan debitur akan berupaya mempertimbangkannya.

Dalam proposal perdamaian yang diperoleh Bisnis, perusahaan rekanan produsen elektronik Toshiba ini membagi krediturnya dalam kategori kecil untuk utang di bawah atau sama dengan Rp1 miliar dan kategori besar untuk nilai utang di atas nominal tersebut.

Adapun, jangka waktu penyelesaian untuk kategori kecil selama 5 tahun dengan perincian masa jeda (grace period) 1 tahun dan masa cicilan 4 tahun. Kategori besar akan diselesaikan selama 10 tahun dengan masa cicilan selama 9 tahun dengan masa jeda 1 tahun.

Debitur akan mengupayakan pencarian investor baru untuk pembiayaan rencana perdamaian sekaligus pengoperasian kembali perusahaan. Apabila berhasil, pembayaran kepada seluruh kreditur akan dilakukan secara sekaligus tanpa adanya masa jeda maupun melalui cicilan.

Pada saat ini debitur sedang berupaya bernegosiasi dengan beberapa investor. Proses tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat bagi calon investor untuk melakukan tinjauan lokasi pabrik hingga legal due diligence‎.

Pihaknya meminta kreditur bisa memberikan perpanjangan masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) selama 120 hari guna menyelesaikan proses tersebut. Persetujuan dari para kreditur bisa memberikan kesempatan yang ideal bagi calon investor.

‎Pringgo menjelaskan kondisi operasional pabrik debitur memang sudah berhenti total sejak Maret 2016. Perusahaan yang diklaim telah beroperasi selama 34 tahun tersebut tidak memiliki masalah keuangan maupun internal.

Dia mengungkapkan Toshiba telah mencabut lisensi pembuatan produk lemari es milik Topjaya. Menurutnya, perusahaan raksasa asal Jepang tersebut hendak mereposisi beberapa produk elektronik produksinya.

Prinsipal debitur sendiri telah berupaya bernegosiasi dengan pihak Toshiba, tetapi masih menemui jalan buntu. "Usaha debitur tutup juga di saat perekonomian sedang tidak baik, maka keringanan pembayaran sangat kami perlukan."

Dalam rapat kreditur, salah satu pengurus restrukturisasi utang debitur Eric Prihartono meminta debitur bisa lebih memerinci rencana perdamaiannya. Informasi yang dibutuhkan yakni tanggal pembayaran, profil calon investor, dan jadwal proses pengambilalihan perusahaan.

"Kami minta debitur juga segera menyerahkan laporan keuangan karena sejak rapat kreditur pertama belum diberikan," ujarnya.

Dia berpendapat laporan keuangan akan digunakan sebagai indikator untuk menilai kelayakan rencana perdamaian debitur.‎ Terlebih, permintaan keringanan dari debitur harus dapat dibuktikan secara rasional.

Menurutnya, jika debitur mampu mencari calon investor yang bonafide klausul keringanan bisa dihapuskan. Apalagi perusahaan masih dalam kondisi sangat baik untuk kembali beroperasi.

Tim pengurus belum menyelesaikan proses pencocokan tagihan karena masih terdapat selisih nilai tagihan antara kreditur‎ dengan debitur. Bahkan, debitur juga mengaku belum mendapatkan surat tagihan dari sejumlah krediturnya.

Dia menuturkan kreditur Topjaya, yang seluruhnya masuk dalam kategori konkuren, menyetujui usulan perpanjangan debitur. Akan tetapi, kesempatan yang diberikan hanya selama 45 hari.

Kreditur, lanjutnya, berpendapat perpanjangan tersebut diberikan untuk melihat perkembangan debitur dalam menyusun revisi rencana perdamaiannya. Waktu yang terlalu lama berisiko membuat perkembangan tidak terpantau. "Kalau dipaksakan voting rencana perdamaian dikhawatirkan kreditur belum siap," ujarnya.

Sidang permusyawaratan majelis hakim untuk menentukan perpanjangan masa PKPU dalam perkara yang terdaftar dengan ‎No. 121/Pdt.Sus-PKPU/PN.Niaga.Jkt.Pst ini akan diadakan pada 19 Desember 2016.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper