Kabar24.com, BANDUNG—Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta revisi UU Penyiaran yang saat ini masih digodok di DPR RI lebih banyak mempertajam sejumlah sanksi.
Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan pihaknya berharap revisi Undang-Undang Nomor 32/2002 Tentang Penyiaran dapat segera selesai minimal awal 2017.
Namun sampai saat ini revisi undang-undang tersebut masih dibahas di DPR. "Dari 200 pasal katanya sudah masuk ke 80 pasal. Mudahan segera,” katanya usai bertemu Gubernur Jabar Ahmad Heryawan di Bandung, Senin (21/11).
Andre mengaku tidak mengetahui detil pasal-pasal yang tengah dibahas, karena sejauh ini naskah akademik revisi UU Penyiaran dipegang DPR.
Namun pihaknya terus mendorong agar berbagai isu tentang penyiaran dibahas termasuk sanksinya. “Isunya banyak sekali, ada aturan-aturan yang harus diterapkan agar bisa masuk,” ujarnya.
Dia menunjuk pengaturan soal TV streaming yang sampai saat ini tidak ada satupun lembaga yang mengawasi. Padahal saat ini menurutnya jumlah TV streaming tidak terbendung dan banyak jumlahnya.
“TV streaming ini banyak sekali dan enggak ada yang kontrol. Kominfo enggak juga [mengawasi]. Mereka hanya mengawasi situsnya. Jadi jangan konvensional analog saja yang dikejar," ujarnya.
KPI Pusat juga meminta DPR membahas sanksi yang tegas untuk seluruh pelaku industri televisi. Dia menilai sejauh ini industri paling kerap disalahkan dan diberi sanksi dalam UU Penyiaran, namun para pelaku industri seperti talent yang mengisi sebuah program luput dari sanksi.
“Jadi tidak hanya industri yang disalahkan terus. Kita dorong itu tapi kita tidak bisa kontrol, karena mereka [DPR] yang atur,” tuturnya.
DPR juga menurutnya harus memberi peran dan kewenangan lebih pada KPI tak hanya memanggil ketika ada permasalahan konten namun juga bisa melakukan pencabutan izin siaran. Saat ini pencabutan izin dilakukan KPI bersama Kominfo. “Levelnya mungkin tidak hanya pemanggilan, tapi pencabutan izin,” kata Andre.
Namun, sampai saat ini pihaknya belum mengetahui perkembangan revisi terhadap undang-undang tersebut. Bahkan KPI belum dilibatkan dalam pembahasannya. "DPR masih tertutup. Naskah [revisi Undang-Undang Penyiaran] juga belum dapat," pungkasnya.
Di tempat yang sama Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meminta KPI mengatur regulasi terkait proporsi iklan untuk TV lokal. Menurutnya saat ini televisi nasional yang membuka tayangan lokal menggaet banyak iklan namun tidak mengucur ke daerah.
“Harus ada regulasi yang memaksa kalau ada sekian persen masuk ke penyiaran lokal,” tuturnya.
Menurutnya bahaya jika penyiaran lokal tidak disuguhi konten-konten yang murni lokal namun banyak diberikan materi-materi dari Jakarta. Selain besaran iklan, rencana televisi digital diharapkan bisa mengangkat konten-konten lokal lebih banyak.
“Tapi tetap konten iklannya harus dipaksa lebih banyak ke daerah. Semoga KPI mendorong regulasi ini,” ujarnya.
Revisi UU Penyiaran: KPI Minta Sanksi Lebih Tegas
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta revisi UU Penyiaran yang saat ini masih digodok di DPR RI lebih banyak mempertajam sejumlah sanksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Wisnu Wage Pamungkas
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
14 jam yang lalu
Menakar Nasib Spektrum Frekuensi Merger FREN dan EXCL
16 jam yang lalu
Gejolak Akibat Harga Kopi Melonjak
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
31 menit yang lalu