Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Feature APEC 2016: Seberangi Pasifik Demi Adu Prinsip

Seperti melintasi mesin waktu, perjalanan delegasi Indonesia untuk menghadiri Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik di Lima, Peru, disambut dua kali matahari terbit dan dua kali terbenam hanya dalam kurun waktu satu hari perjalanan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla/Antara
Wakil Presiden Jusuf Kalla/Antara

Kabar24.com, JAKARTA-Seperti melintasi mesin waktu, perjalanan delegasi Indonesia untuk menghadiri Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik di Lima, Peru, disambut dua kali matahari terbit dan dua kali terbenam hanya dalam kurun waktu satu hari perjalanan.

Dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla, rombongan berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Kamis pukul 10.00 WIB menuju Pangkalan Militer Anderson, Guam selama enam jam lebih dan tiba pukul 19.00 waktu setempat (WS).

Dengan menggunakan Pesawat Boeing Business Jet (BBJ) 2, delegasi bertolak dari Guam menuju Bandara Internasional Honolulu, Hawai dengan menempuh perjalanan selama tujuh jam.

Seakan waktu berjalan mundur, delegasi akhirnya tiba di Hawai disambut matahari pagi pada hari yang sama, Kamis pukul 08.30 WS, bahkan lebih awal dari waktu keberangkatan semula. Hal itu terjadi karena perbedaan waktu ekstrim yang mencapai 20 jam.

Dua jam berselang, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Bandara Juan N. Alvarez, Acapulco, Meksiko selama tujuh jam dan tiba lagi-lagi Kamis malam pukul 21.37 WS.

Hingga akhirnya Wakil Kepala Negara menginjakkan kaki di Pangkalan Udara Militer ALAR 2 Lima, Peru pada Jumat pagi pukul 05.00 WS atau Jumat sore pukul 18.00 WIB. Berdasarkan hitungan waktu tempuh, perjalanan berlangsung selama 30 jam.

Seperti ingin meresapi benar makna Forum APEC, Wapres Kalla beserta rombongan memilih untuk melewati Samudera Pasifik, lokasi yang menjadi dasar pembentukkan kerja sama kawasan Asia Pasifik, sebagai rute utama perjalanan.

Padahal tak banyak rute penerbangan Asia menuju kawasan Amerika Selatan melalui samudera tersebut. Hampir seluruh penerbangan komersial umumnya memakai rute berbeda melintasi Benua Eropa dan singgah hanya di dua lokasi, di Belanda atau Uni Emirat Arab.

Beruntungnya, Indonesia memiliki hubungan cukup karib dengan Negeri Paman Sam dan Amerika Latin, sehingga momentum tiga kali singgah dijadikan ajang silaturahmi dengan pejabat negara setempat.

Berbeda dengan Presiden Filipina Rodrigo duterte yang memilih rute tak biasa dengan singgah di New Zealand, hanya untuk menghindari daratan AS. Tampaknya, konflik pribadi dengan Presiden AS Barack Obama April lalu belum kunjung mereda.

Kendati demikian, tak berarti Duterte gembira jika Obama lengser dari jabatannya dan diganti Donald J. Trump setelah Pelantikan Presiden AS Januari 2017 mendatang. Terlebih dengan sejumlah komitmen kebijakan ekonomi kontroversial yang diungkapkan saat kampanye, seperti proteksi perdagangan internasional pelonggaran UU Reformasi Finansial Dodd Frank dan kebijakan amnesti pajak.

Forum APEC yang pertama kali digelar di Indonesia, tepatnya di Bogor, Jawa Barat, itu menjadi dasar kerja sama untuk meningkatkan perdagangan di kawasan Asia Pasifik, diikuti oleh 21 negara anggota dengan kemajuan ekonomi pesat hingga mewakili 60% perekonomian dunia.

Jika Trump benar-benar merealisasikan janji kampanyenya, AS berpotensi mengingkari kesepakatan awal soal penguatan kerja sama dagang dan berpotensi menciderai pertumbuhan ekonomi kawasan, termasuk masing-masing negara anggota.

"Kita semua tahu perkembangan baru, justru dari keinginan [Forum APEC semula] meningkatkan perdagangan, bisa terjadi perang dagang setelah Trump [memimpin] ini,"ungkap Wapres Kalla di sela-sela perjalanan menuju Lima, Peru pada Kamis (17/11/2016) malam waktu setempat atau Jumat (18/11/2016) waktu Indonesia.

Wapres Kalla menilai Forum APEC kali ini menjadi sangat penting karena terkait prinsip ekonomi, dan kondisi perekonomian seluruh negara anggota. Pertemuan kali ini juga krusial untuk memberi peringatan kepada semua pihak agar visi dan misi APEC sejak awal yakni peningkatan perdagangan kawasan, tetap berjalan.

Berbeda dibanding Forum APEC sebelumnya yang terkesan seremonial, terisi seminar, dan hanya menjadi ajang silaturahmi bagi para pemimpin dunia.

"Pertemuan APEC kali ini menjadi lebih penting karena menyangkut masalah prinsip. Pertemuan prinsip baru, meningkat atau menurun ini perdagangan di kawasan nanti,"tuturnya.

Dalam forum tahunan kali ini, Wapres Kalla mengaku Indonesia akan mengajak negara anggota lain untuk terus memperkuat kerja sama dan meningkatkan perdagangan kawasan. Selebihnya, mendorong produktifitas demi menjaga pertumbuhan ekonomi.

"Langkah paling penting yang harus dilaksanakan adalah bagaimana memperkuat kekuatan dari dalam. Kita anggap saja dunia ini proteksionis,"tegasnya.

"Nanti akan menjadi dua alternatif, apakah Amerika akan pada posisinya, ataukah inisiatif akan lebih banyak diambil oleh negara non-Amerika?"paparnya.

Seperti diketahui, Nilai konsumsi masyarakat AS tercatat yang terbesar di dunia, sekaligus menjadi konsumen terbesar bagi China. Dalam hal ini, Indonesia merupakan rekan kerja sama dagang AS secara langsung maupun tidak langsung melalui China.

Dalam hukum ekonomi, jika suatu negara melakukan proteksi, maka negara lain akan melakukan batasan yang sama dan terjadilah perang dagang. Pada akhirnya harga barang konsumsi akan melonjak, dan daya beli menurun.

Bukan tak mungkin, hal itu menjadi bumerang bagi AS yang dinilai kalah bersaing dengan industri konsumsi di Asia. Tentu pula berefek domino bagi negara sekitarnya.

Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wapres, menambahkan Forum APEC akan dimanfaatkan Pemerintah Indonesia untuk memperoleh gambaran arah kebijakan ekonomi dunia ke depan.

Dia mengatakan pemerintah ingin mengetahui lebih banyak mengenai reaksi pemimpin negara lain terhadap ketidakpastian kondisi ekonomi dunia saat ini dan sikap yang akan diambil oleh masing-masing negara tersebut.

"Harapannya, Forum APEC bisa lebih membuka arah kebijakan ekonomi global, terutama konsentrasi masing-masing negara rekan kerja sama utama seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan tentu AS,"ungkapnya.

Nantinya, sejumlah pemimpin negara tersebut memang dijadwalkan hadir, seperti Presiden Amerika Serikat Barack obama, Presiden China Xi Jinping, dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.

Dari hasil pendekatan dan perbincangan dengan pemimpin negara lain, pemerintah bisa menggunakan informasi tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk menggerakkan ekonomi dalam negeri.

Pada akhirnya, seperti yang pernah diungkapkan sang penemu Apple, seseorang yang cukup gila untuk berpikir bisa mengubah dunia, adalah seseorang yang akan benar-benar melakukannya. Paling tidak, Indonesia coba melangkah mengubah kemungkinan terburuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lavinda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper