Kabar24.com, JAKARTA - Sistem pemilihan presiden Amerika Serikat bisa dikatakan cukup unik yang membuat pemilih tidak bisa secara langsung memilih presiden mereka. Sebab, sistem pemilihan presiden di Amerika Serikat memakai sistem distrik dengan satuan daerah pemilihnya adalah negara bagian (state).
Jadi, meski warga Amerika Serikat menunjuk calon presiden Hillary Clinton dan Donald J. Trump ke kertas suara, yang mereka tunjuk sebenarnya adalah anggota Electoral College, lembaga pemilih presiden.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari Tempo.co, Rabu (9/11/2016), sistem Electoral College adalah setiap orang yang dipilih dewan pimpinan partai di tingkat negara bagian yang menjadi perwakilan daerahnya untuk memberikan hak suara memilih presiden. Electoral College yang memiliki electoral votes (suara pemilu) tersebar di 50 negara bagian plus Washington, DC.
Untuk memenangi pemilu, seorang calon presiden Amerika harus mendapatkan minimal 270 dari 538 electoral votes yang ada. Setiap negara bagian memiliki jatah electoral votes yang berbeda.
Jatah ini ditentukan oleh banyaknya alokasi kursi Senat dan DPR yang dimiliki tiap-tiap negara bagian. Adapun alokasi kursi Senat dan DPR ini ditentukan oleh populasi penduduk.
Oleh karena itu, negara bagian dengan jumlah electoral votes besar menjadi bidikan para kandidat. Data Real Clear Politics menyebut jumlah electoral votes terbanyak berada di California (55), Texas (38), Florida (29), dan New York (29).
Lalu bagaimana jika dua calon yang muncul suaranya persis sama di Electoral College? Pengalaman 200 tahun sejarah Amerika sudah 10 anggota Electoral College yang berkhianat pada calon partainya.
Namun, jika tetap seri, kemenangan akan ditentukan oleh DPR Amerika Serikat. Para anggota House of Representatives akan memutuskan presiden berikutnya. Adapun wakil presiden ditentukan oleh Senat.
Sejarah pemilihan presiden Amerika Serikat pernah menunjukan hasil berbeda dengan jumlah suara pemilih. Pengalaman tidak mengenakan bagi calon presiden pernah terjadi pada pemilihan pada 2000 silam.
Sistem perhitungan suara peninggalan abad ke-18 ini kala itu menghasilkan seorang presiden terpilih berasal dari kandidat yang kalah dalam pemungutan suara populer.
Al Gore, calon dari Partai Demokrat yang mengikuti pemilihan pada 2000 berhasil unggul lebih dari 500.000 suara (popular votes). Namun, George W Bush yang terpilih menjadi presiden Amerika Serikat karena berhasil meraih 271 electoral college sementara Al Gore hanya 266 electoral.
Ketika banyak pihak di Amerika meminta perubahan sistem pemilihan presiden Amerika, partai Republik yang pernah diuntungkan itu menolak untuk mengubah sistem electoral. "Kalau tak rusak, janganlah diperbaiki," ungkap Mike Devanney, Direktur Eksekutif Komite Partai Republik dari County Alleghany, Pennsylvania, 2004 silam.