Kabar24.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menolak sepenuhnya uji materi terkait Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang diajukan oleh LPS.
Majelis Hakim MK berpendapat, tiga pasal yang dipermasalahkan oleh LPS yakni Pasal 30 ayat 1, Pasal 38 Ayat 12, dan Pasal 42 Ayat 1 Undang-Undang LPS tidak perlu pemaknaan baru.
Dengan tidak diterimanya uji materi tersebut, praktis tidak ada yang berubah dalam undang-undang tersebut. Selain itu dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, pengambilalihan aset untuk kepentingan negara dapat dilakukan sepanjang terjamin asas keadilannya.
Hal itu perlu dilakukan karena sifat kepemilikan tersebut tidak mutlak dan dapat dibatasi oleh undang-undang.
“Namun demikian, pengambilalihan harta kebendaan oleh negara diperbolehkan sepanjang sesuai dengan undang-undang dan penilaian yang proporsional. Seperti yang sudah diterapkan di Inggris,” katanya di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Hakim memaparkan, bank yang dapat ditangani LPS adalah bank yang pemegang saham pengendali (PSP) selaku pemilik saham mayoritas melepaskan hak kepemilikannya terhadap bank yang telah menjadi bank gagal dan diputuskan untk diselematkan.
“Ketentuan ini menunjukkan negara tidak semena-mena mengambil alih hak kebendaan seseorang tanpa adanya penyerahan secara sukarela dari pemiliknya,” jelasnya.
Hakim juga menilai, perlindungan pemegang saham minoritas merupakan tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemegang saham minoritas tak memiliki andil dari kebangkrutan yang dialami oleh Bank. Sehingga, yang bertanggungjawab atas kebangkrutan sebuah perusahaan merupakan pemegang saham pengendali.
“Meski sudah dinyatakan bank gagal, namun LPS tetap harus melindungi pemegang saham minoritas,’ imbuhnya.
Berdasarkan fakta tersebut, hakim berpandangan bahwa tidak perlu ada penafisiran baru terkait dengan pokok uji materi tersebut, terutama terkait dengan frasa “seluruh saham bank”. Penolakan itu pun mengharuskan kepada LPS untuk menjual saham bank yang sudah dinyatakan gagal.
Seperti diketahui, LPS mengajukan uji materi terkait dengan pasal 30 ayat 1, pasal 38 ayat 1, dan pasal 48 ayat 1 UU LPS. Inti dari pasal tersebut adalah LPS wajib menjual (seluruh) saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu 2 hingga 3 tahun setelah penyerahan.
Dalam perkara tersebut, Refly Harun selalu penasihat hukum LPS menganggap pasal-pasal seperti yang diajukan tersebut merugikan hak konstitutional pemohon. Selain itu aturan tersebut tidak memberikan kepastian hukum mengenai penjelasan makna “seluruh saham bank’ yakni apakah meliputi seluruh saham bank milik LPS atau seluruh saham bank.
Hanya saja, pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menilai kepemilikan saham termasuk di pasar modal tidak bersifat mutlak. Sebab, hak dapat dibatasi sepanjang pembatasan itu diatur undang-undang.
Pembatasan itu diatur dalam pasal 28J ayat 2 UU 1945 yang menyatakan setiap warga negara wajin dan tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang.