Kabar24.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri meminta Kota Surabaya mencabut peraturan daerah terkait kartu penduduk musiman (kipem), karena tidak sesuai dengan aturan yang ada.
Zudan Arif Fakrullah, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, mengatakan penerapan kipem seperti di Surabaya tidak sesuai dengan Undang-undang No. 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan. Seharusnya pemerintah daerah melakukan pendataan terhadap penduduk pendatang di wilayahnya.
“Ada aduan masyarakat di Surabaya, terkena razia karena tidak memiliki kipem dan KTP elektroniknya dari wilayah asalnya disita. Tindakan represif ini jelas tidak sesuai dengan UU No. 24/2013 yang humanis,” katanya, Kamis (18/8/2016).
Zudan menuturkan seharusnya pemerintah daerah aktif melakukan pendataan kepada penduduk pendatang, bukan melakukan tindakan represif dan menyita KTP elektroniknya.
Sekadar diketahui, Pasal 9 Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 14/2014 tentang Administrasi Kependudukan menyebut setiap warga negara Indonesia yang tinggal di Surabaya (bukan penduduk Surabaya) selama tiga bulan atau lebih, harus memiliki surat keterangan tinggal sementara yang berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang.
Beleid itu juga memuat sanksi terhadap pelanggaran pasal tersebut, berupa pidana kurungan paling lama tiga bulan, atau denda paling banyak Rp50 juta. Dalam proses penyelidikan pelanggaran itu, PPNS berwenang menyita KTP elektronik untuk dilakukan berita acara perkara, dan proses verbal tipiring ke pengadilan negeri.
Nantinya, KTP elektornik miliki masyarakat yang melanggar akan diberikan setelah melaksanakan putusan pengadilan negeri, dengan membayar denda. Menurutnya, dirinya secara langsung telah meminta Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya menghentikan aturan kipem.
Dia juga meminta Pemerintah Kota Surabaya menghentikan razia, dan menggantinya dengan kegiatan pendataan penduduk pendatang.