Kabar24.com, JAKARTA - Negara-negara anggota Asean pada Minggu (24/7/2016) gagal mencapai kesepakatan terkait dengan perselisihan maritim di Laut China Selatan setelah Kamboja tetap pada pendiriannya untuk tidak menyebut keputusan pengadilan internasional terhadap Beijing, para diplomat mengatakan.
Para menteri luar negeri dari 10 negara anggota Asean mengadakan pertemuan untuk pertama kalinya di Vientiane, Laos, sejak Pengadilan Arbitrasi Permanen PBB di Den Haag memberi kemenangan terhadap Filipina terkait dengan perselisihan maritim itu pada awal bulan ini.
Keputusan itu menyangkal klaim besar China terhadap perairan itu, wilayah strategis yang dilewati kapal-kapal perdagangan senilai lima triliun dolar AS setiap tahunnya.
China mengklaim sebagian besar perairan itu, namun para negara anggota Asean seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam memiliki klaim yang serupa.
Beijing mengatakan keputusan pengadilan itu tidak memiliki wewenang di lautan itu dan menyebut kasus itu sebagai lelucon.
Filipina dan Vietnam menginginkan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh para menteri luar negeri Asean untuk mengacu pada keputusan itu dan kebutuhan akan rasa hormat terhadap hukum internasional.
Para menlu Asean membicarakan keputusan itu dalam sebuah pertemuan tertutup di Laos pada Minggu.
Namun dalam lanjutan pertemuan itu, negara Asean yang menjadi sekutu dekat China, Kamboja, menyatakan penolakannya terhadap keputusan itu, menyebabkan kekacauan dalam kelompok itu.
Kamboja mendukung penolakan China terhadap sikap Asean di Laut China Selatan, dan terhadap keinginan Beijing untuk menyelesaikan perselisihan itu secara bilateral.
Menlu Kamboja Prak Sokhon menolak untuk memberi komentar terkait dengan sikap negaranya.
Meskipun pertemuan tengah malam para menteri itu diharapkan dapat mengeluarkan pernyataan pada Sabtu malam, para diplomat tinggi wilayah itu tetap tidak dapat mencapai kompromi.
Asean saat ini menghadapi situasi lanjut di mana mereka tidak dapat mengeluarkan kebijakan bersama setelah mengadakan pertemuan, peristiwa kedua dalam 49 tahun sejarah mereka. Pertemuan pertama yang diadakan pada 2012 lalu, juga gagal dikarenakan sikap Kamboja di Laut China Selatan.
"Kami pernah berada di situasi ini sebelumnya dan saya harap mereka dapat menyelesaikannya. Ini cerita yang sama, pertemuan 2012 lalu terulang kembali," ujar seorang pejabat dari Sekretariat Asean di Indonesia.
Kelompok itu memberi tenggat waktu untuk mereka sendiri hingga Selasa untuk mencapai konsensus, ujar seorang diplomat ASEAN. Pada 2 hari ke depannya, para menlu negara anggota Asean akan bertemu dengan Menlu China Wang Yi dan dari Menlu AS John Kerry.
Wang, yang memulai sejumlah pertemuan bilateral dengan para anggota Asean pada Minggu, menolak untuk berbicara kepada para wartawan saat tiba di Vientiane, Laos.
Menteri Luar Negeri Jepang, Fumiko Kishida juga akan berada di Laos untuk menghadiri pertemuan forum regional ASEAN. Masih belum jelas apakah dia akan menemui Wang atau tidak, namun China marah saat Kishida mengatakan bahwa dia akan membicarakan isu tersebut jika bertemu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang, dalam sebuah pernyataan yang tertulis dalam laman resmi kementerian, mengatakan isu laut itu bukanlah urusan Jepang.
"Kami mendesak Jepang untuk tidak membesar-besarkan dan ikut campur dalam isu Laut China Selatan. Jepang bukanlah pihak yang terkait di Laut China Selatan, dan dikarenakan sejarahya yang buruk, mereka tidak berhak mengeluarkan komentar tentang China."
Amerika Serikat, yang bersekutu dengan Filipina dan mendekatkan diri terhadap Vietnam, meminta China menghormati keputusan pengadilan itu.
Mereka mengkritik kegiatan pembangunan pulau buatan dan sejumlah fasilitas China di wilayah itu, dan mengadakan pelayaran untuk memantau hak-hak kebebasan bernavigasi.
Namun Kerry akan mendesak para negara Asean untuk mencari jalan diplomatis untuk meringankan ketegangan di titik nyala militer terbesar Asia itu, seorang pejabat senior Amerika mengatakan.
Media nasional China meminta sebuah "pengendalian kerusakan" dalam pertemuan itu. Sebuah artikel yang diterbitkan oleh kantor berita Xinhua pada Minggu mengatakan bahwa keputusan itu merupakan sebuah "pukulan terhadap perdamaian dan kestabilan di wilayah itu, dan hanya akan meningkatkan kemungkinan konfrontasi dan pergolakan".
Barack Obama dijadwalkan akan menjadi presiden Amerika Serikat pertama yang mengunjungi Laos September mendatang, untuk menghadiri konferensi tahunan yang diadakan oleh negara yang menjadi pemimpin Asean saat ini.