Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat meminta Filipina, Indonesia, Vietnam dan sejumlah negara Asia lainnya agar tidak bersikap agresif menyikapi keputusan pengadilan internasional yang menolak klaim China atas Laut China Selatan.
“Apa yang kami inginkan adalah meredam berbagai hal sehingga isu tersebut bisa diselesaikan secara rasional, bukan emosional,” ujar seorang pejabat AS yang tidak mau disebutkan namanya sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (14/7/2016).
Sebelumnya China menegaskan kepemilikannya atas wilayah Laut China Selatan yang selama ini menjadi sengketa sejumlah negara termasuk Indonesia.
Sejumlah diplomat melakukan pembicaraan di Kedutaan Besar AS di luar negeri dan di Kedutaan negara masing-masing di Washington. Sedangkan beberapa diplomat lainnya bertemu langsung dengan Menteri Pertahanan Ash Carter dan Menteri Luar Negeri John dan pejabat senior lainnya, menurut sejumlah sumber.
"Ini merupakan imbauan secara keseluruhan untuk bersikap tenang, tidak terkesan ‘mengeroyok’ China yang bisa saja mengeluarkan pernyataan yang kontroversi bahwa Amerika Serikat memimpin koalisi negara-negara tersebut untuk menghadang China, ujar pejabat tersebut.
Upaya untuk meredakan ketegangan di perairan itu setelah pengadilan internasional di Den Hag mengeluarkan putusannya kemarin mengalami kemunduran. Pasalnya, Taiwan langsung mengirim sebuah kapal perang ke wilayah itu. President Taiwan, Tsai Ing-wen menyatakan kepada para pelaut bahwa misi mereka adalah untuk mempertahankan wilayah perairan Taiwan.
Pengadilan itu memutuskan bahwa meski China tidak punya hak sejarah atas area yang disebutnya sebagai garis demarkasi wilayah pantai (nine-dash line), Taiwan juga tidak punya hak atas pulau Taiping yang merupakan pulau terbasar di Kepulauan Spratlys. Taipei menyebut Taiping sebagai pulau, tapi pengadilan menyebut sebagai "onggokan batu", menurut definisi hukum.
Para pejabat AS menyatakan mereka berharap upaya diplomasi itu akan berhasil seperti yang dilakukan Indonesia. Indonesia akan mengirim ratusan nelayan ke Pulau Natuna untuk menyatakan kepemilikan atas sejumlah wilayah terdekat di Laut China Selatan. Wilayah itu juga diklaim oleh China dan Filipina. Para nelayan tersebut sering dihadang oleh kapal milik Angkatan Laut China.