Bisnis.com, LONDON — Pilihan rakyat Inggris untuk keluar dari Uni Eropa terus bergema di pasar keuangan dan nilai pound sterling pun jatuh ke level terendah dalam 31 tahun, meskipun pemerintah negeri Ratu Elizabeth tersebut telah berupaya mengatasi ketidakpastian prospek ekonomi dan politik.
Menteri Keuangan Inggris George Osborne mengatakan pada Senin (27/8/2016) bahwa ekonomi Inggris cukup kuat untuk mampu mengatasi volatilitas pasar yang timbul akibat Brexit. Paska menangnya opsi Brexit dalam referendum minggu lalu, persatuan Uni Eropa dihantam pukulan terbesar sejak perang dunia ke II.
“Ekonomi kita cukup kuat untuk mengatasi tantangan yang dihadapi negara kita,” kata Osborne seperti dikutip dari Reuters, Selasa (28/6/2016).
Dia menyebutkan setelah hasil referendum keluar, Inggris tidak bisa menghindari keharusan untuk melakukan penyesuaian ekonomi dengan keadaan yang baru. Osborne memutuskan untuk keluar dari daftar calon pengganti Cameron sebagai perdana menteri Inggris berikutnya.
Sementara itu, Boris Johnson, seorang pendukung opsi Brexit terkemuka sekaligus calon terkuat untuk menduduki posisi perdana menteri Inggris berikutnya memberi komentar positif paska menangnya opsi Brexit.
“Sudah jelas bahwa pensiun rakyat aman, pound sterling stabil, begitu juga dengan pasar. Saya kira ini semua adalah berita bagus,” katanya.
Namun, baik kata-kata Osborne maupun Johnson tidak mampu menghentikan penurunan harga saham di pasar dunia yang dimulai pada Jumat lalu ketika warga Inggris membuyarkan ekspektasi para investor dengan memilih untuk mengakhiri 43 tahun keanggotaannya di Uni Eropa.
Sterling jatuh ke level US$1,3120, level terendahnya sejak pertengahan 1985. Eruro juga melemah stagnan setelah jatuh ke level terendah dalam tiga tahun terakhir ke angka US$1,0910 pada Jumat (24/6/2016). Saham Asia dibuka melemah pada Selasa (28/6/2016).
Lembaga pemeringkat Standard& Poor’s menurunkan Inggris dari posisi atas peringkat kredit pada Senin dan mengingatkan adanya potensi penurunan peringkat lebih lanjut di masa mendatang.
“Menurut kami, hasil referendum ini merupakan hal yang seminal yang akan menuju kepada kerangka politik Inggris yang kurang dapat diprediksi, kurang stabil, dan kurang efektif,” kata S&P dalam sebuah pernyataan.