Kabar24.com, RIYADH - Pada akhir Februari lalu, ratusan pejabat Arab Saudi, para eksekutif perusahaan, dan konsultan asing berkumpul di hotel mewah di Riyadh untuk membahas perekonomian negara tersebut di tengah rendahnya harga minyak.
Seorang manajer perusahaan mengatakan para petinggi dari sekitar 30 badan pemerintahan Arab Saudi menggambarkan tantangan yang mereka hadapi. Para bos perusahaan didorong untuk mencari cara menjalin kemitraan, menawarkan umpan balik, mengeluh, dan untuk merencanakan usaha di masa mendatang.
“Pertemuan itu seperti versi swasta dari parlemen nasional,” katanya, Kamis (14/4/2016).
Lokakarya tersebut merupakan bagian dari usaha negeri penghasil minyak itu untuk mencari cara guna merestrukturisasi perekonomiannya, sehingga mereka tidak lagi bergantung pada minyak.
Rencana
Negara tersebut berencana meresmikan rencana transformasi nasional (National Transformation Plan/NTP) dalam beberapa minggu ke depan. Masih banyak hal yang dirahasiakan terkait rencana tersebut. Para menteri menolak mengungkap lebih jauh mengenai hal itu.
Namun, para pejabat, konsultan, dan eksekutif mengatakan, bahwa program lima tahun tersebut ambigu dan berisiko. Program itu mencakup penjualan aset, kenaikan pajak, pemotongan belanja, perubahan cara mengelola keuangan negara, mendorong efisiensi, dan peran yang lebih besar untuk sektor swasta.
Perubahan-perubahan tersebut sudah dibicarakan selama setahun, tetapi belum pernah diimplementasikan. Satu satunya alasan yang membuat hal ini menjadi berbeda kali ini adalah pihak legislatif dalam setahun terakhir bergerak menjauh dari badan-badan konservatif seperti kementerian keuangan dan bank sentral.
Saat ini kekuatan terkonsentrasi pada 22 anggota baru Dewan Ekonomi dan Pembangunan Nasional yang dibentuk oleh Raja Salman yang menduduki tahta pada 2015.