Kabar24.com, BANDUNG—Sektor pertanian khususnya tanaman pangan di Jawa Barat terancam akan mengalami stagnasi dan berkecenderungan mengerdil apabila sokongan pembiayaan dari sektor jasa keuangan masih saja seret untuk menopang pertumbuhan dan perkembangan sektor tersebut.
Upaya pembentukan tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD), yang diharapkan masuk ke sektor usaha yang selama ini jarang tersentuh akses keuangan, disinyalir tidak akan bisa berbuat banyak karena kehati-hatian pelaku industri perbankan masuk ke sektor pertanian.
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Bandung Koordinator Jabar Aldrin Herwany mengatakan, sebagai provinsi yang bercita-cita menjadi lumbung padi dan lumbung pangan, protofolio sektor perbankan di Tanah Priangan justru lebih dominan ke sektor perdagangan.
“TPAKD harus disesuaikan dengan karakteristik dan visi daerah masing-masing, Jabar apa, Jatim apa. Kalau kita sebagai lumbung padi atau lumbung pangan, [sektor jasa keuangan] itu dorong ke sana semua,” katanya kepada Bisnis, Kamis (3/3/2016).
Berdasarkan data Kantor Regional 2 Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit ke sektor pertanian di Jabar per Maret tahun lalu mencapai Rp5,115 triliun atau hanya 1,68% dari total seluruh kredit Jabar yang disalurkan oleh perbankan.
Sektor pertanian pun masih jauh tertinggal dari sektor perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, jasa sosial, jasa dunia usaha, serta kontrsuksi. Pertanian hanya unggul dari angkutan dan komunikasi, lain-lain, pertambangan dan penggalian, serta listrik, gas, dan air.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar mencatat angka produksi padi mengalami penurunan pada tahun lalu di mana produksi padi hanya mencapai 11.373.234 ton gabah kering giling yang setara 7.135.567 ton beras, turun 2,33% atau 271.665 ton GKG dibandingkan 2014.
Aldrin menyangsikan cita-cita ataupun visi untuk menjadikan Jabar sebagai lumbung padi ataupun lumbung pangan akan teralisasi jika tidak ada dukungan dari sektor jasa keuangan yang menurutnya memiliki alasan tersendiri.
“Ternyata portofolio [kredit] dari perbankan kita itu dominannya perdagangan, bukan pertanian. Jadi tidak sesuai dengan visi dan misi dari Jabar itu sebagai lumbung padi dan lumbung pangan. Kalau pertanian risk-nya tinggi, tidak ada [sektor jasa keuangan] yang berani masuk,” tuturnya.