Kabar24.com, PEKANBARU-Pemerintah harus membuat satu peta jalan atau roadmap terkait kelestarian lingkungan untuk mengantisipasi serangan dari pihak luar yang selalu mempermasalahkan lingkungan di Tanah Air.
Peta jalan lingkungan juga diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional.
Menurut anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo, tidak adanya roadmap kebijakan lingkungan mengakibatkan pemerintah saat ini tidak berdaya dan didikte oleh kepentingan asing.
"Indonesia punya banyak ahli gambut dan pakar tanah. Mereka semua orang pandai yang sudah melakukan banyak penelitian. Seharusnya, penelitian mereka bisa jadi acuan untuk membuat roadmap atau grand strategi peyelamatan serta pembangunan lingkungan," kata Firman Subagyo saat dihubungi (25/2).
Pada sisi lain, sebagai negara berdaulat, pemerintah harus menyadari bahwa mereka punya kepentingan menyelamatkan aset negara dan pendapatan negara.
Menurutnya, jangan sampai ekonomi nasional diobrak abrik kepentingan asing lewat isu lingkungan yang berujung melemahkan industri sawit dan pulp.
Firman juga mengingatkan, sebagai negara besar dengan penduduk 250 juta, penataan lingkungan tidak mungkin hanya dibangun dengan menggunakan dana APBN.
"Sudah saatnya, regulasi memberikan tempat kepada sektor swasta untuk ikut memberikan tanggung jawab terkait masalah lingkungan. Jangan menyerahkan persoalan lingkungan kepada kepentingan LSM asing."
Pengamat lingkungan dan Kehutanan Ricky Avenzora. Ricky berpendapat, negara donor dan penerima harus transparan untuk dan pemanfaatan dan pertanggungjawabannya.
Selama ini, kata Ricky, kebanyakan dana-dana lingkungan punya kepentingan tertentu seperti memperlambat dan menghentikan pembangunan perkebunan sawit serta hutan tanaman industri (HTI) di lahan gambut, merekonversi lahan perkebunan dan hutan HTI di ekosistem gambut untuk menjadi hutan alam kembali, serta mempercepat terjadi "land reform" di Indonesia.
Menurut Ricky Ricky saat ini, lebih dari US$ 44 juta hibah dana lingkungan dikucurkan kepada berbagai LSM lingkungan dan institusi lain di Indonesia. Dana itu berasal lembaga Climate and Land Use Alliance (CLUA) yang berpusat di San Francisco, California, AS.
Sejumlah LSM asing tercatat menerima dana hibah dari lembaga tersebut dan kerap mempermasalahkan isu lingkungan dalam produk-produk perkebunan dan kehutanan nasional.